1. Pendahuluan
Sebuah karya sastra dapat
dikaji dengan menghubungkannya dengan sosiologi. Meskipun antara sastra dengan
sosiologi adalah dua bidang ilmu yang berbeda tetapi mampu menjadi bidang ilmu
baru yaitu sosiologi sastra. Sosiologi sastra berarti mengkaji karya sastra
dengan cara menghubungkannya dengan aspek-aspek sosial yang ada dalam kehidupan
masyarakat. Istilah itu pada dasarnya tidak berbeda pengertiannya dengan sosio
sastra, pendekatan sosiologis, atau pendekatan sosio kultural terhadap sastra
(Damono 1978: 2). Selain itu menurut Damono (1978:6) sosiologi sastra adalah
telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat; telaah
tentang lembaga dan proses sosial, sementara Swingewood (dalam Faruk 1994:1)
mendefinisikan sosiologi sebagai studi mengenai lembaga dan proses-proses
sosial.
Sebagaimana sosiologi, sastra juga
berhubungan dengan masyarakat dalam menciptakan karya sastra tentunya tak lepas
dari pengaruh budaya tempat karya sastra dilahirkan. Ian Watt (1964: 300-313)
dalam Damono (1978:3-4) mengklasifikasi tentang hubungan timbal balik antara
sastrawan, sastra dan masyarakat, yang secara keseluruhan merupakan bagan
berikut:
a. Konteks
sosial pengarang. Konteks sosial pengarang ada hubungan dengan posisi sosial
sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca. Dalam pokok
ini termasuk juga faktor-faktor sosial yang bisa mempengaruhi pengarang sebagai
perseorangan di samping mempengaruhi isi karya sastra. Pendekatan ini meliputi:
bagaimana mata pencaharian pengarang, sampai di mana pengarang menganggap
pekerjaannya sebagai suatu profesi dan masyarakat yang menjadi tujuan
pengarang.
b. Sastra
sebagai cermin masyarakat; sampai sejauh mana sastra dapat dianggap sebagai
cermin keadaan masyarakat. Pandangan sosial pengarang harus diperhitungkan
apabila menilai karya sastra sebagai cermin masyarakat. Hal pokok yang perlu
mendapat perhatian adalah, 1) sejauh mana sastra mencerminkan masyarakat pada
saat karya sastra itu di buat, 2) sejauh mana pengaruh sifat pengarang dalam
mengagambarkan keadaan masyarakat, 3) sejauh mana genre sastra yang
dipakai pengarang yang bisa dianggap mewakili seluruh masyarakat.
c. Fungsi
sosial sastra. Meneliti sejauh mana nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial
dan sejauh mana nilai sastra dipengaruhi nilai sosial. Tiga hal yang menjadi
perhatian, 1) sejauh mana sastra dapat berfungsi untuk merombak masyarakat, 2)
sejauh mana sastra hanya sebagai hiburan, 3) sejauh mana terjadi sintesis
antara kemungkinan 1dan 2 di otak (Faruk 1994:4-5). Sastra dan sosiologi
merupakan dua bidang yang berbeda tetapi keduanya saling melengkapi. Menurut
Wellek dan Warren jika sastra dianggap sebagai cermin keadaan masyarakat masih
sangat kabur meski sastra tidak sepenuhnya dapat dikatakan mencerminkan
masyarakat pada waktu ia ditulis ( Wellek dan Warren dalam Damono 1978:3).
Selain itu mereka juga membuat
klasifikasi sebagai berikut: pertama
sosial pengarang yang memasalahkan status sosial, ideologi sosial, agama yang
menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra. Kedua, sosial sastra yang memasalahkan karya sastra itu sendiri,
yang menjadipokok penelaahan yaitu tujuan dan apa yang tersirat dalam karya
sastra. Ketiga, sosial sastra yang
memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya sastra.
Sosiologi sastra dianggap
sebagai pendekatan ekstrinsik dengan pengertian agak negatif (Damono 1978:3). Menurut
(Wellek dan Warren 1995:111) mengemukakan hubungan sastra yang erat kaitannnya
dengan masyarakat. Sastra adalah ungkapan perasaan masyarakat. Sastra
mencerminkan dan mengekspresikan kehidupan pengarang, sastra tak bisa tidak
mengekspresikan pengalaman dan pandangan tentang hidup. Tetapi tidak benar bila
dikatakan bahwa pengarang secara konkret dan menyeluruh mengekspresikan
perasaannya. Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah
perekonomian, keagamaan, politik, yang semuanya itu merupakan struktur sosial
merupakan gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan
lingkungan tentang mekanisme sosialisasi proses pembudayaan yang menempatkan
anggota ditempatnya masing-masing.
Sosiologi adalah suatu telaah
sosial terhadap sastra. Sosiologi dapat diartikan sebagai pendekatan terhadap
sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan (Wellek dan Warren 1995
:109). Sosiologi mempermasalahkan sesuatu di sekitar sastra dan masyarakat yang
bersifat eksternal mengenai hubungan sastra dan situasi sosial tertentu, sistem
ekonomi, sosial, adat istiadat, politik (Wellek dan Warren 1995 :110). Dalam
pendekatan sosiologi ini adalah meskipun pengarang melukiskan kondisi sosial
yang berada di lingkungannya, belum tentu menyuarakan kemauan masyarakat. Pendekatan sosial memiliki
segi-segi manfaat, berguna apabila kritikus sendiri tak melukiskan segi-segi
intrinsik yang membangun sastra, di samping memperhatikan sosiologi sastra
menyadari bahwa karya sastra itu diciptakan oleh suatu kreatifitas dengan
memanfaatkan faktor imaji (Wellek dan Warren 1995 : 110). Pendekatan sosiologi
umum dilakukan terhadap hubungan sosial sastra dan masyarakat sebagai dokumen
sosial, sebagai potret kenyataan (Wellek dan Warren 1995 :110).
Berdasarkan klasifikasi di
atas dapat diperoleh gambaran bahwa sosiologi sastra merupakan pendekatan
terhadap sastra dengan mempertimbangkan segi-segi, kemasyarakatan mempunyai
cakupan luas, beragam, rumit yang menyangkut pengarang, teks sastra, pembaca.
Hubungan nyata antara sastra dan masyarakat yang bersifat deskriptif dapat
diklasifikasikan menjadi tiga: sosial sastra pengarang yang memasalahkan sastra
itu sendiri sebagai bidang penelaahan. Sosial sastra yang memasalahkan pembaca
dan dampak sosial karya sastra. Menurut Wellek dan Warren dalam Damono (1978:3)
pendekatan sosiologi sastra diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Sosial
pengarang yang memasalahkan status sosial, ideologi sosial, yang menyangkut
pengarang sebagai penghasil sastra.
2. Sosial
sastra yang memasalahkan karya sastra yang menjadi pokok telaah adalah apa yang
tersirat dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya.
3. Sosial
sastra yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial sastra.
Menurut
Grebstein, karya sastra tidak dapat dipahami secara selengkap-lengkapnya apabila
dipisahkan dari lingkungan atau kebudayaan atau peradaban yang telah
menghasilkannya. Ia harus dipelajari dalam konteks yang seluas-luasnya, dan
tidak hanya dirinya sendiri, karena setiap karya sastra adalah hasil dari
pengaruh timbal balik yang rumit dari fakta-fakta sosial yang kultural yang rumit.
Untuk
memahami karya sastra secara lengkap, Grebstein ( Damono 1978:4) menyatakan
bahwa karya sastra tidak dapat dipahami selengkaplengkapnya apabila dipisahkan
dari lingkungan, kebudayaan atau peradaban yang telah menghasilkannya.
Grebstein dalam Damono (1978:4) sebagaimana sosiologi sastra berusaha dengan
manusia dalam masyarakat dalam usaha manusia menyesuaikan diri dan usahanya
untuk mengubah masyarakat itu. Dalam hal ini sesungguhnya sosiologi dan sastra
berbagi hal yang sama. (Damono 1978:8). Maka karya sastra perlu dipelajari
dalam konteks yang seluas-luasnya. Karya sastra itu sendiri merupakan objek
kultural yang rumit atau kompleks dan bagaimanapun, karya sastra bukan suatu
gejala yang tersendiri. Menurut Damono (1978:8) perbedaan yang ada antara
sosiologi dan sastra adalah sosiologi melakukan analisis ilmiah yang objektif, sedangkan
karya sastra menyusup menembus permukaan kehidupan sosial dan menunjukkan
cara-cara manusia menghayati masyarakat dengan perasaannya. Sosiologi bersifat
kognitif, sedang sastra bersifat afektif.
Persamaan
objek yang digarap menyebabkan ahli yang meramalkan bahwa pada akhirnya nanti
sosiologi akan dapat menggantikan kedudukan karya sastra (novel atau cerpen).
Namun, ada satu hal yang perlu diingat dan merupakan sesuatu yang jelas dari
sastra yaitu punya satu kekhasan atau keunikan yang tidak dimiliki oleh
sosiologi. Oleh sebab itu, keduanya tampak memiliki kemungkinan yang sama untuk
berkembang, saling bekerja sama dan melengkapi. Meskipun sosiologi dinilai
tidak akan mampu menjelaskan aspek-aspek unik yang terdapat dalam karya sastra,
namun sosiologi dapat memberikan penjelasan yang bermanfaat tentang sastra, dan
bahkan dapat dikatakan bahwa tanpa sosiologi pemahaman tentang sastra maupun
telaah sosial memerlukan metode dan orientasi yang berbeda-beda (Damono
1978:8).
Sejak
beberapa abad yang lalu beberapa ahli sosiologi telah mencoba menyinggung
sastra, namun pada hakikatnya mereka masih menganggap sastra sekadar sebagai
bahan untuk menyelidiki struktur sosial. Perkembangan sosiologi sangat pesat
meliputi sosiologi agama, sosial, pendidikan, sosial, politik, dan sosiologi,
ideologi. Sosiologi sastra ternyata muncul sangat terlambat. Sampai saat ini
harus diakui bahwa sosiologi sastra belum sepenuhnya merupakan suatu himpunan
pengetahuan yang mapan, barang kali kesulitannya terletak pada kenyataan bahwa
yang dihadapi sosiologi sastra adalah unikum yang bisa didekati dengan cara
yang subjektif (Damono 1978:8).
Masalah
pokok sosiologi sastra adalah karya sastra itu sendiri, sebagai aktifitas
kreatif dengan ciri yang berbeda-beda.( Ratna 2003:8). Sebuah dunia miniatur,
karya sastra berfungsi untuk menginventarisasikan sejumlah besar kejadian-kejadian
yang telah dikerangkakan dalam pola-pola kreatifitas dan imaji. Pada dasarnya,
seluruh kejadian dalam karya sastra bahkan juga karya-karya yang 26 termasuk ke
dalam genre yang paling absurdpun merupakan prototipe. Kejadian yang
pernah dan mungkin terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan ciri kreativitas
dan imajinasinya, sastra memiliki kemungkinan yang paling luas dalam mengalihkan
keragaman kejadian alam semesta ke dalam totalitas naratif semantis, dan
kualitas kehidupan sehari-hari ke dalam kualitas dunia fiksional.
Karya
sastra memiliki tujuan akhir yang sama, yaitu sebagai motivator ke arah aksi
sosial yang lebih bermakna, sebagai pencari nilai-nilai kebenaran yang dapat mengangkat
dan memperbaiki situasi dan kondisi alam semesta (Ratna 2003:35- 36) Tujuan
sosiologi sastra adalah meningkatkan pemahaman terhadap sastra dalam kaitannya
dengan masyarakat, menjelaskan bahwa rekaan tidak berlawanan dengan kenyataan.
Karya sastra jelas dikonstruksikan secara imajinatif, tetapi kerangka
imajinatifnya tak bisa dipahami diluar kerangka empirisnya. Karya sastra bukan
semata-mata gejala individual, tetapi juga gejala sosial. Analisis sosiologis
memberikan perhatian yang besar terhadap fungsi-fungsi sastra, karya sastra
sebagai produk masyarakat tertentu. Konsekuensinya, sebagai timbal balik karya
sastra mesti memberikan masukan, manfaat terhadap struktur sosial yang
menghasilkan nya (Ratna 2003:11).
Nampaknya
teori sosiologi sastra tidak semata-mata digunakan untuk menjelaskan kenyataan
sosial yang dipindahkan atau disalin pengarang ke dalam sebuah karya sastra.
Teori ini pada perjalanannya juga digubahkan untuk menganalisis hubungan
wilayah budaya pengarang dengan karyanya, hubungan karya sastra dengan suatu
kelompok sosial, hubungan antara gejala sosial yang 27 timbul di sekitar
pengarang dengan karyanya. Oleh karena itu teori-teori sosiologi yang digunakan
untuk menganalisis sebuah cipta sastra tidak dapat mengabaikan eksistensi
pengarang, dunia dan pengalaman batinnya, serta budaya tempat karya itu
dilahirkan. Jadi sosiologi sastra adalah telaah yang meghubungkan sastra dengan
sosiologi. Karya sastra sebagai gambaran masyarakat, meskipun tidak sepenuhnya seperti
saat karya sastra itu dibuat. Latar belakang pengarang tidak bisa lepas dalam
penciptaan sebuah karya sastra.
Pengaruh
timbal balik antara pengarang, karya sastra, masyarakat (pembaca) tidak dapat
dipisahkan dari kajian sosiologi sastra. Karya sastra juga tidak dapat lepas
dari lingkungan, peradaban, budaya saat karya itu diciptakan. Dalam penelitian
ini menggunakan teorei sosiologi sastra Wellek dan Warren yaitu sastra sebagai
dokumen dan potret kenyataan atau ekspresi kehidupan, pengalaman, ideologi pengarang
tergambar dalam karyanya. Latar belakang kehidupan pengarang tidak terlepas
dari kehidupan pesantren sampai saat karya sastra ini dibuat. Secara tidak
langsung pengalaman hidup pengarang tergambar dalam karyanya, bagaimana
kehidupan yang ada dalam sebuah masyarakat pesantren ada dan berkembang,
bagaimana aspek-aspek sosial yang kompleks yang membedakannya dengan masyarakat
di luar pesantren.
2. Latar Belakang
Masalah
Kejadian atau peristiwa
kehidupan dalam masyarakat dapat direkam oleh pengarang melalui daya kreasi dan
imajinasi. Kejadian tersebut dijadikan karya sastra yang menarik dan
bermanfaat. Karya sastra digunakan pengarang untuk mengajak pembaca ikut
melihat, merasakan, menghayati makna pengalaman hidup yang pernah dirasakannya.
Hal ini menunjukkan bahwa karya sastra bisa menjadi gambaran masyarakat di
sekitar pengarang, sekaligus tanda yang menunjukkan situasi dan kondisi
lingkungan pengarang. Sebuah karya sastra lahir dari situasi yang terjadi di
sekitar pengarang.
Karya sastra dikatakan sebagai
suatu karya yang menarik, dapat dilihat dari cara pengarang dalam mengungkapkan
gagasannya yang salah satunya yaitu dalam penggunaan bahasa. Penggunaan bahasa
yang menarik dan nilai estetik yang tinggi, dapat membuat pembaca semakin
tertarik pula untuk mengetahui isi dan makna karya sastra tersebut. Karya
sastra dengan memakai medium bahasa dapat mengungkapkan kehidupan masyarakat.
Kehidupan masyarakat sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial, walaupun
karya sastra juga meniru alam dan dunia subjektif manusia.
Sastra sering memiliki kaitan
dengan institusi sosial tertentu. Sastra mempunyai fungsi sosial atau manfaat
yang tidak sepenuhnya bersifat pribadi. Jadi, permasalahan studi sastra
menyiratkan atau merupakan masalah sosial misalnya: tradisi, konvensi, norma,
jenis sastra (genre), simbol dan mitos (Wellek dan Warren 1995:109) Karya
sastra dapat menggambarkan atau merefleksikan situasi sosial dalam masyarakat.
Hal itu menentukan kemungkinan dinyatakannya nilai-nilai estetis, tetapi tidak
secara langsung menentukan nilai-nilai itu sendiri. Secara garis besar,
bentuk-bentuk seni apa yang mungkin timbul pada suatu masyarakat, dan mana yang
tidak mungkin muncul (Wellek dan Warren 1995:127).
Naluri sastra dan kebebasan
bentuk penceritaan tidak memperoleh jalan kebebasan (Wahid 2001:34). Salah satu
bentuk karya sastra adalah cerita pendek atau lebih dikenal dengan cerpen.
Cerita pendek (cerpen) dalam kesusastraan Indonesia merupakan rangkaian
peristiwa yang menggambarkan kehidupan seseorang pada saat tertentu.
Masalah-masalah yang ada dalam
masyarakat sering dijadikan sebagai bahan cerita oleh pengarang. Biasanya apa
yang terjadi dalam lingkungan sosial di sekitar pengarang memicu sebuah gagasan
atau ide pokok yang kemudian oleh pengarang diolah dalam bentuk sebuah cerita
yang imajinatif yang kemudian melahirkan karya sastra. Cerpen dapat mengambil
sesuatu dalam masyarakat yang berwujud ide atau tema yang sedang berkembang
dalam kehidupan kemasyarakatan. Ide atau tema yang ada dalam sebuah cerpen
sangat beragam.
Cerita pendek (cerpen)
merupakan salah satu bentuk karya sastra yang menceritakan sebuah peristiwa
secara singkat. Dapat dikatakan bahwa cerpen menceritakan kehidupan seorang
tokoh pada waktu tertentu atas sebuah peristiwa yang dialaminya. Jalan cerita
dalam sebuah cerita pendek (cerpen) biasanya tersusun secara logis dan
kronologis sesuai dengan pendapat Luxemburg ( 1984: 111) bahwa pada umumnya
karya sastra mempunyai isi yang bersifat kronologis dan logis. Karya sastra
diciptakan berdasarkan urutan peristiwa dan urutan kejadian yang menjadi dasar
penciptaannya, yang kemudian oleh pengarang dengan kreasi dan daya imajinya
terciptalah sebuah karya sastra.
Cerita pendek (cerpen)
merupakan karya sastra fiktif. Menurut Nurgiyantoro (1995:3) fiksi menceritakan
berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan
sesama. Karya sastra menggambarkan pula sikap hidup pengarang dan gejala-gejala
sosial yang terjadi di sekitar mereka. Keterkaitan antara karya sastra dengan
keadaan masyarakat atau lingkungan terjadi karena karya sastra merupakan hasil
dialog antara pengarang dengan lingkungannya. Hal tersebut menyebabkan karya
sastra yang dihasilkan pengarang akan diwarnai oleh budaya masyarakat tempat
karya sastra dilahirkan. Cerpen dapat mengambil sesuatu dalam masyarakat yang
berwujud ide atau tema yang sedang berkembang dalam kehidupan kemasyarakatan.
Ide atau tema yang ada dalam sebuah cerpen sangat beragam.
3. Rumusan Masalah
Kawin,Lah! karya Dorothea Rosa Herliany merupakan karya sastra
yang menggambarkan tentang problematika kehidupan yang mempunyai karakteristik
yang berbeda dengan problematika psikhis masyarakat pada umumnya. Bagaimana
karakteristik pengarang yang terefleksi dalam cerpen Kawin,Lah! karya Dorothea
Rosa Herliany
4. Pembahasan
Karya sastra merupakan
gambaran kehidupan dan dokumentasi sosial masyarakat. Cerpen Kawin, Lah! adalah
salah satu dari karya sastra yang menggambarkan pertentangan psikis pelaku
tentang menikah. Menikah merupakan proses alamiah makhluk yang namanya manusia.
Menikah merupakan kebutuhan biologis dan kebutuhan-kebutuhan manusia lainnya,
seperti: ketentraman, ketenangan, mengembangkan keturunan, kasih sayang, dan
sebagainya. kehidupan masyarakat dengan sistem sosial yang ada di dalamnya. Setiap
keluarga dalam sebuah suku bangsa memiliki budaya dan kepercayaan yang relatif
sama tentang pernikahan. Yang menjadi persoalan adalah pandangan masing-masing
individu tentang pernikahan itu sendiri.
Pengarang kawin, lah! memasalahkan status sosial, ideologi sosial, yang menyangkut
pengarang sehingga cerpen tersebut tercipta. Satus sosial keluarga yang miskin
dan serba kekurangan dianggap sebagai dasar pembentukan psikologis pengarang
dalam menghadapi masalah pernikahan. Mereka merasa pesimis dalam menghadapi hidup,
pasangan dan masa depan. Ketika masalah soaial berupa kemiskinan menghibggapi
keluarga mereka, secara tidak sengaja membentuk perilaku yang tetap tentang
permasalahan-permasalahan sosial.
Sebagai orang pertama pelaku
utama, pengarang tidak percaya akan perkataan orang tuanya yang mengatakan
bahwa setelah kawin, dia akan menyerahkan segalanya untuk tidak dimilikinya
lagi. Menurut pengarang pada awalnya, perkawinan adalah proses bersatunya dua
orang asing untuk sebuah kesepakatan. Bukan menghilangkan sesuatu, atau
kalaupun terjadi hanyalah perubahan menjadi sesuatu yang baru.
Ketidakpercayaan teori orang
tua tentang pernikahan akhirnya dibantah oleh pengarang ketika secara langsung
dia menghadapi kenyataan dalam kehidupan perkawinan kakaknya. Kakaknya menghilang
dalam sejarah dan kehidupan sosial keluarga setelah benar-benar menikah dan
bersatu dengan suaminya. Yang menjadi pertanyaan pengarang, apakah karena
keluarganya sudah bosan dengan penderitaan keluarganya sehingga setelah menikah
benar-benar hilang kontak dengan keluarga di rumah.
Ada konflik batin yang sangat
hebat dalam diri pengarang antara kepercayaan pribadi tentang perkawinan dengan
kenyataan kehidupan perkawinan kakak-kakaknya. Akhir dari konflik tersebut
adalah kesempatan untuk mengambil keputusan ketika ada saran menikah dari kakak
dan orang tuanya dengan tiga pilihan yang sangat membingungkan.
4. Penutup
a. Simpulan
Berdasarkan pembahasan maka
dapat diambil simpulan sebagai berikut:
1) Status
sosial sangat berpengaruh terhadap ideologi sosial.
2)
Perilaku dan pandangan seseorang sesuatu hal merupakan paham yang dimiliki oleh
masing-masing individu dalam menghadapi permasalahan-permasalahn sosial
3)
Seringkali terjadi konflik batin pada diri individu ketika hasus menentukan
sikap dalam kehidupan sosialnya.
b. Saran
Berdasarkan simpulan di atas,
maka saran yang dapat diberikan adalah makalah ini mengkaji karya sastra
(cerpen) yang merupakan gambaran kehidupan pribadi dalam masyarakat. hendaknya
dilakukan suatu penelitian untuk menggali sosiologi cerpen lebih mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
Damono,
Sapardi Djoko.1978. Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas. Jakarta:
Depdikbud.
Depdikbud.
1994. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Faruk.1994.
Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Luxemburg,
Jan Van. 1984. Pengantar Ilmu Sastra (diIndonesiakan oleh Dick Hartoko)
Jakarta: Gramedia.
Nurgiyantoro,
Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada Press.
Ratna,
Nyoman Kutha. 2002. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wellek, Renne dan Austin Werren.1995. Teori
Kesusastraan (diindonesiakan oleh Melani Budianta). Jakarta: Gramedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar