siap berbagi dan menerima

siap berbagi dan menerima

Rabu, 04 April 2012

BEBERAPA MATERI TEORI BELAJAR

BEBERAPA MATERI TEORI BELAJAR
Pendahuluan
Pengembangan kurikulum berbasis kompetensi pada tingkat satuan pendidikan (KTSP) merupakan suatu kegiatan tugas professional pendidikan, yang bertolak dari perubahan kondisi pembelajaran saat ini dan merekonstruksi suatu model pembelajaran ke masa yang akan datang. Berkaitan dengan hal itu perlu dipahami terlebih dahulu apa dan bagaimana model dalam konteks praktik pembelajaran.
Menurut Mills (1989:4), model adalah bentuk reprensentasi akurat, sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu. Hal itu merupakan interpretasi atas hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem.
Perumusan model mempunyai tujuan: (1) memberikan gambaran kerja sistem untuk periode tertentu, dan di dalamnya secara implisit terdapat seperangkat aturan untuk melaksanakan perubahan; (2) memberikan gambaran tentang fenomena tertentu menurut diferensiasi waktu atau memproduksi seperangkat aturan yang bernilai bagi keteraturan sebuah sistem; (3) memproduk model yang mempresentasikan data dan format ringkas dengan kompleksitas rendah.


Dengan demikian, suatu model dapat ditinjau dari aspek mana kita memfokuskan suatu pemecahan permasalahannya. Pengertian model pembelajaran dalam konteks ini, merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar, yang dirancang berdasarkan proses analisis yang diarahkan pada implementasi KTSP dan implikasinya pada tingkat operasional dalam pembelajaran.
Model Mengajar
Model mengajar dapat diartikan sebagai suatu rencana atau pola yang digunakan dalam menyusun kurikulum, mengatur materi pembelajaran, dan memberi petunjuk kepada pengajar di dalam kelas dalam setting pengajaran. Untuk menetapkan model mengajar yang tepat, merupakan suatu pekerjaan yang tidak mudah, karena memerlukan pemahaman yang mendalam mengenai materi yang akan diberikan dan model mengajar yang dikuasai.
Memilih suatu model mengajar, harus juga disesuaikan dengan realitas yang ada dan situasi kelas yang akan dihasilkan dari proses kerjasama yang dilakukan antara guru dan peserta didik. Meskipun dalam menentukan model mengajar yang cocok itu tidak mudah, tetapi guru harus memiliki asumsi, bahwa hanya ada model mengajar yang sesuai dengan model belajar. Apabila guru mengharapkan peserta didiknya menjadi produktif, maka guru harus membiarkannya dia berkembang sesuai dengan gayanya masing-masing. Guru hanya berperan sebagai fasilitator dalam proses belajar peserta didik.
Banyak model mengajar yang telah dikembangkan oleh para ahli. Pengembangan model tersebut didasarkan pada konsep teori yang selama ini dikembangkan. Mengingat banyaknya model mengajar yang telah dikembangkan, Bruce Joyce et.al (2000) mengelompokkan menjadi empat rumpun yaitu: model pemrosesan informasi (processing information model), model pribadi (personal model), model interaksi sosial (social model), dan model perilaku (behavior model).
Model mengajar pemrosesan informasi terdiri dari model mengajar yang menjelaskan bagaimana cara individu memberi respon terhadap stimulus yang datang dari lingkungan. Dalam prosesnya ditempuh langkah-langkah seperti mengorganisasi data, memformulasikan masalah, membangun konsep dan rencana pemecahan masalah, serta penggunaan simbol verbal dan non verbal. Banyak model mengajar yang tergolong pada kelompok model ini, yaitu: Inductive thinking (classification-oriented), Concept attainment, Scientific inquiry, Inquiry Tarining.
Model pribadi berorientasi pada perkembangan diri individu. Pelaksanannya lebih menekankan pada upaya membantu individu dalam membentuk dan mengorganisasikan realita yang unik serta lebih memperhatikan kehidupan emosional peserta didik. Upaya pengajaran lebih diarahkan pada menolong peserta didik untuk dapat mengembangkan kemampuannya dalam mengembangkan hubungan yang produktif dengan lingkungannya. Yang tergolong pada kelompok model mengajar ini adalah: Nondirective teaching dan Enhancing self esteem.
Model Interaksi Sosial mengutamakan pada hubungan individu dengan masyarakat atau orang lain, dan memusatkan perhatiannya pada proses dimana realita yang ada dipandang sebagai negosiasi sosial. Prioritas utama diletakkan pada kecakapan individu dalam berhubungan dengan orang lain. Yang tergolong pada kelompok model mengajar diantaranya: Partner in learning, Structured Inquiry, Group Investigation, Role Playing.
Model mengajar perilaku dibangun atas dasar teori yang umum, yaitu kerangka teori perilaku. Salah satu cirinya adalah kecenderungan memecahkan tugas belajar kepada sejumlah perilaku yang kecil-kecil dan berurutan serta dapat terukur. Belajar dipandang sebagai sesuatu yang tidak menyeluruh, tetapi diuraikan dalam langkah-langkah yang konkrit dan dapat diamati. Mengajar berarti mengusahakan terjadinya perbuatan dalam perilaku siswa, dan perubahan tersebut haruslah teramati. Termasuk dalam model perilaku ini adalah: Mastery learning, Direct Instruction, Simulation, Social Learning, Programmed Schedule.
Pergeseran Konsep Pembelajaran
Tuntutan terhadap pelayanan pembelajaran yang ditunjang oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, mendorong terjadinya pergeseran konsep pembelajaran. Model mengajar bergeser ke arah model belajar. Asumsi pergeseran tersebut, bertolak dari peserta didik yang diharapkan dapat meningkatkan upaya dirinya memperkaya pengetahuan, sikap dan keterampilan. Guru di sekolah bukan lagi satu-satunya sumber pengetahuan, akan tetapi bagian integral dalam sistem pembelajaran. Berdasarkan teori belajar yang ada, bermuara pada tiga model utama, yaitu: a) Behaviroisme, b) Kognitivisme, dan c) Konstruktivisme.
a. Pembelajaran Behavirosime
Good et. al.(1973) menganggap Behaviorisme atau tingkah laku dapat diperhatikan dan diukur. Prinsip utama bagi teori ini ialah faktor rangsangan (stimulus), Respon (response) serta penguatan (reinforcement). Teori ini menganggap faktor lingkungan sebagai rangsangan dan respon peserta didik terhadap rangsangan itu ialah responsnya. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Thorndike (2001) yang menyatakan bahwa hubungan di antara stimulus dan respon akan diperkuat apabila responnya positif diberikan reward yang positif dan tingkah laku nagatif tidak diberi apa-apa (hukuman).
Sebagai contoh, seseorang peserta didik diberikan ganjaran positif setelah dia menunjukkan respon positif. Dia akan mengulangi respon tersebut setiap kali rangsangan yang serupa ditemui. Hal demikian akan diperoleh dalam pengajaran guru dengan adanya latihan dan ganjaran terhadap sesuatu latihan. Penguatan (reinforcement) yang terbina akan memberi rangsangan supaya belajar lebih bersemangat dan bermotivasi tinggi. Peserta didik yang berprestasi memperoleh pengetahuan yang mereka inginkan dalam sesuatu sesi pembelajaran, dapat dikatakan mendapat response positif.
b. Pembelajaran Kognitif
Model kognitif berkembang sebagai protes terhadap teori perilaku yang berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses. Peneliti yang mengembangkan kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar. Menurut Ausubel, konsep tersebut dimaksudkan untuk penyiapan struktur kognitif peserta didik untuk pengalaman belajar. Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan. Bruner mengembangkan teorinya tentang perkembangan intelektual, meliputi: (1) enactive, dimana seorang peserta didik belajar tentang dunia melalui tindakannya pada objek; (2) iconic, dimana belajar terjadi melalui penggunaan model dan gambar; dan (3) symbolic yang mendeskripsikan kapasitas dalam berfikir abstrak
Gagne melakukan penelitian pada belajar mengajar sebagai suatu rangkaian pase, menggunakan step-step kognitif: pengkodean (cooding), penyimpanan (storing), perolehan kembali (retrieving), dan pemindahan informasi (transferring information). Menurut Bruner (1963) perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu enactif, iconic, dan symbolic. Tahap pertama adalah tahap enaktif, dimana siswa melakukan aktifitas-aktifitasnya dalam usahanya memahami lingkungan. Tahap kedua adalah tahap ikonik dimana ia melihat dunia melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal.Tahap ketiga adalah tahap simbolik, dimana ia mempunyai gagasan-gagasan abstrak yang banyak dipengaruhi bahasa dan logika dan komunikasi dilkukan dengan pertolongan sistem simbol.
Menurut Hartley & Davies (1978), prinsip-prinsip kognitifisme banyak diterapkan dalam dunia pendidikan khususnya dalam melaksanakan kegiatan perancangan pembelajaran, yang meliputi: (1) Peserta didik akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu; (2) Penyusunan materi pelajaran harus dari yang sederhana ke yang rumit. Untuk dapat melakukan tugas dengan baik peserta didik harus lebih tahu tugas-tugas yang bersifat lebih sederhana; (3) Belajar dengan memahami lebih baik dari pada menghapal tanpa pengertian. Sesuatu yang baru harus sesuai dengan apa yang telah diketahui siswa sebelumnya. Tugas guru disini adalah menunjukkan hubungan apa yang telah diketahui sebelumnya; DAN (4) Adanya perbedaan individu pada siswa harus diperhatikan karena faktor ini sangat mempengaruhi proses belajar siswa. Perbedaan ini meliputi kemampuan intelektual, kepribadian, kebutuhan akan suskses dan lain-lain. (dalam Toeti Soekamto 1992:36)
c. Pembelajaran Konstruktivisme
Konstruktivisime merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam diri manusia. Unsur-unsur konstruktivisme telah lama dipraktekkan dalam proses belajar dan pembelajaran baik di tingkat sekolah dasar, menengah, maupun universitas, meskipun belum jelas terlihat.
Berdasarkan faham konstruktivisme, dalam proses belajar mengajar, guru tidak serta merta memindahkan pengetahuan kepada peserta didik dalam bentuk yang serba sempurna. Dengan kata lain, pesera didik harus membangun suatu pengetahuan itu berdasarkan pengalamannya masing-masing. Pembelajaran adalah hasil dari usaha peserta didik itu sendiri. Pola pembinaan ilmu pengetahuan di sekolah merupakan suatu skema, yaitu aktivitas mental yang digunakan oleh peserta didik sebagai bahan mentah bagi proses renungan dan pengabstrakan. Fikiran peserta didik tidak akan menghadapi kenyataan dalam bentuk yang terasing dalam lingkungan sekitar. Realita yang diketahui peserta didik adalah realita yang dia bina sendiri. Peserta didik sebenarnya telah mempunyai satu set idea dan pengalaman yang membentuk struktur kognitif terhadap lingkungan mereka.Untuk membantu peserta didik dalam membina konsep atau pengetahuan baru, guru harus memperkirakan struktur kognitif yang ada pada mereka. Apabila pengetahuan baru telah disesuaikan dan diserap untuk dijadikan sebagian daripada pegangan kuat mereka, barulah kerangka baru tentang sesuatu bentuk ilmu pengetahuan dapat dibina.
John Dewey menguatkan teori konstruktivisme ini dengan mengatakan bahwa pendidik yang cakap harus melaksanakan pengajaran dan pembelajaran sebagai proses menyusun atau membina pengalaman secara berkesinambungan. Beliau juga menekankan kepentingan keikutsertakan peserta didik di dalam setiap aktivitas pengajaran dan pembelajaran.
Ditinjau persepektif epistemologi yang disarankan dalam konstruktivisme, maka fungsi guru akan berubah. Perubahan akan berlaku dalam teknik pengajaran dan pembelajaran, penilaian, penelitian dan cara melaksanakan kurikulum. Sebagai contoh, perspektif ini akan mengubah kaidah pengajaran dan pembelajaran yang menumpu kepada kemampuan peserta didik mencontoh dengan tepat apa saja yang disampaikan oleh guru, kepada kaidah pengajaran dan pembelajaran yang menumpu kepada kemampuan peserta didik dalam membina skema pengkonsepan berdasarkan pengalaman yang aktif. Ia juga akan mengubah tumpuan penelitian dari pembinaan model berdasarkan kaca mata guru kepada pembelajaran sesuatu konsep ditinjau dari kaca mata peserta didik.
Beberapa aliran pembelajaran konstruktivisme:
Piaget
Pembelajaran konstruktivisme berdasarkan pemahaman Piaget, beranggapan bahwa: 1) gambaran mental seseorang dihasilkan pada saat berinteraksi dengan lingkungannya, 2) pengetahuan yang diterima oleh seseorang merupakan proses pembinaan diri dan pemaknaan, bukan internalisasi makna dari luar.
Konstrukstivisme personal
pembelajaran menurut konstruktivisme personal, memiliki beberapa anggapan (postulat), yaitu: 1) Set mental (idea) yang dimiliki peserta didik mempengaruhi panca indera dan pada akhirnya akan berpengaruh terhadap proses pembentukan pengetahuan, 2) Input yang diterima peserta didik tidak memiliki makna yang tetap, 3) peserta didik menyimpan input yang diterima tersebut ke dalam memorinya, 4) input yang tersimpan dalam memori tersebut dapat digunakan lagi untuk menguji input lain yang baru diterima, 5) peserta didik memiliki tanggung jawab terhadap apa yang menjadi keputusannya.
Konstrukstivisme sosial
Konstruktivisme sosial beranggapan bahwa pengetahuan yang dibentuk oleh peserta didik, merupakan hasil interaksinya dengan lingkungan sosial disekitarnya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa: a) pengetahuan dibina oleh manusia, 2) pembinaan pengetahuan bersifat sosial dan personal, 3) pembina pengetahuan personal adalah perantara sosial dan pembina pengetahuan sosial adalah perantara personal, 4) pembinaan pengetahuan sosial merupakan hasil interaksi sosial, dan 5) interaksi sosial dengan yang lain adalah sebagian dari personal, pembinaan sosial, dan pembinaan pengetahuan bawaan.
Konstrukstivisme radikal
Konstruktivisme radikal beranggapan bahwa: 1) kebenaran tidak diketahui secara mutlak, 2) pengetahuan saintifik hanya dapat diketahui dengan menggunakan instrumen yang tepat, 3) konsep yang terjadi adalah hasil yang diperoleh individu setelah melakukan ujicoba untuk menggambarkan pengalaman subjektif, 4) konsep akan berkembang dalam upaya penggambaran fungsi efektif tentang pengalaman subjektif.
Implikasi konstrukstivisme terhadap pembelajaran adalah: (1) Pembelajaran tidak akan berjalan dengan baik, jika peserta didik tidak diberi kesempatan menyelesaikan masalah dengan tingkat pengetahuan yang dimilikinya; (2) Pada akhir proses pembelajaran, peserta didik memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda sesuai dengan kemampuannya; (3) Untuk memutuskan (menilai) keputusannya, peserta didik harus bekerja sama dengan peserta didik yang lain; (4) Guru harus mengakui bahwa peserta didik membentuk dan menstruktur pengetahuannya berdasarkan modalitas belajar yang dimilikinya.
2. Pengembangan Model Pembelajaran
Berpijak pada tiga teori belajar seperti dijelaskan di atas, maka dalam pengembangan model pembelajaran harus selaras dengan teori belajar yang dianut. Dengan kata lain, apabila kita menganut teori behaviorisme, maka model pembelajaran yang dapat digunakan diantaranya adalah model pembelajaran yang tergolong pada kelompok perilaku. Untuk penganut teori kognitivisme, model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran yang mengarah pada proses pengolahan informasi. Adapun untuk yang menganut teori belajar konstruktivisme, maka model pembelajaran yang dikembangkan adalah model pembelajaran yang bersifat interaktif dan model pembelajaran yang berpusat pada masalah. Hal ini didasarkan pada salah satu prinsip yang dianut oleh konstruktivisme, yaitu bahwa setiap siswa menstruktur pengetahuannya sendiri berdasarkan pengalaman dan hasil interaksinya dengan lingkungan sekitar. Jadi pengetahuan itu tidak begitu saja diberikan oleh guru.
a. Pengembangan model pembelajaran behaviorisme.
Sesuai dengan pilosofis yang dianut oleh para ahli behavioris tentang belajar, yaitu perubahan perilaku yang dapat diukur, maka dalam pengembangan model pembelajaran harus diarahkan pada proses penciptaan perilaku baru yang dapat diukur. Menurut pilosofis behaviorist, belajar terjadi berdasarkan pola berfikir deduktif, dan siswa belajar secara individu (individual learning). Selain itu, dalam proses pemelajarannya lebih terfokus pada guru (teacher centered). Model pembelajaran yang dapat dikembangkan diantaranya adalah model pembelajaran mastery, model pembelajaran langsung, model pembelajaran simulasi, model pembelajaran sosial, dan model pembelajaran berprogram. Setiap model tersebut dapat dikembangkan dengan berbagai pendekatan dan strategi.
b. Pengembangan model pembelajaran yang menganut teori kognitivisme.
Menurut pandangan kognitivis, belajar bukan hanya sekedar perubahan perilaku yang dapat diukur, melainkan bagaimana pengetahuan tersebut diproses. Dengan kata lain, menurut kognitivis belajar bukan hanya sekedar keterkaitan antara stimulus dan respons, melainkan apa yang terjadi didalam fikiran atau mental orang yang belajar. Menurut pandangan kognitivis, seseorang dikatakan belajar apabila dalam diri individu tersebut terjadi proses pengolahan informasi dari saat menerima informasi baru, mengolah, menyimpan dan mengulang kembali. Menurut pandangan ini, belajar akan baik apabila diseusuaikan dengan tingkat perkembangan siswa. Artinya, mengajarkan topik yang sama untuk anak dan orang dewasa akan memiliki cara yang berbeda. Dalam proses berfikirnya, dapat menganut pola fikir deduktif, maupun induktif.
c. Pengembangan model pembelajaran yang menganut teori konstruktivisme.
Berbeda dengan teori sebelumnya, konstruktivisme berpandangan bahwa pengetahuan diperoleh langsung oleh siswa berdasarkan pengalaman dan hasil interaksi dengan lingkungan sekitar. Dalam proses pemelajarannya lebih ditekankan pada model belajar kolaboratif. Dengan kata lain, siswa belajar dalam kelompok tidak seperti pada pembelajaran konvensional, bahwa siswa belajar secara individu. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa seorang siswa tidak hanya belajar dari dirinya sendiri, melainkan juga belajar dari yang lain. Dengan demikian, model pembelajaran yang perlu dikembangkan adalah model pembelajaran yang terpusat pada masalah dan model belajar kolaboratif.
Trend Pembelajaran
1. Quantum Learning
Keberhasilan proses belajar yang dialami oleh seseorang, tidak terlepas dari beberapa faktor yang mempengaruhinya, baik yang berasal dari luar diri individu maupun yang berasal dari dalam diri individu yang bersangkutan. Faktor yang berasal dari dalam diri individu berupa: motivasi, partisipasi, konfirmasi, pengulangan, dan aplikasi. Adapun yang berasal dari luar diri individu dapat berasal dari bahan ajar, pengajar, ataupun lingkungan tempat dia belajar. Proses belajar yang terjadi pada individu yang belajar, erat kaitannya dengan struktur otak yang dimilikinya. Berdasarkan belahannya, otak manusia terdiri dari belahan otak kanan dan belahan otak kiri. Otak kanan memiliki karakteristik dalam cara berfikir logis, sekuensial, linier, dan rasional. Adapun otak kiri memiliki karakteristik dalam berfikir yang acak, tidak teratur, intuitif, dan holistik. Agar dalam proses belajar terjadi keseimbangan, harus diupayakan kerja otak kanan dan otak kiri seimbang.
Quantum learning menciptakan konsep motivasi, langkah-langkah menumbuhkan minat, dan belajar aktif. Oleh karena itu, belajar dalam konsep quantum learning adalah memberdayakan seluruh potensi yang ada, sehingga proses belajar menjadi suatu yang menyenangkan bukan sebagai sesuatu yang memberatkan.
Quantum learning mengonsep tentang “menata pentas: lingkungan belajar yang tepat.” Penataan lingkungan ditujukan kepada upaya membangun dan mempertahankan sikap positif. Sikap positif merupakan aset penting untuk belajar. Peserta didik quantum dikondisikan ke dalam lingkungan belajar yang optimal baik secara fisik maupun mental. Target penataannya ialah menciptakan suasana yang menimbulkan kenyamanan dan rasa santai.
Lingkungan makro ialah “dunia yang luas”. Peserta didik diminta untuk menciptakan ruang belajar di masyarakat. Mereka diminta untuk memperluas lingkup pengaruh dan kekuatan pribadi, berinteraksi sosial ke lingkungan masyarakat yang diminatinya. “Semakin siswa berinteraksi dengan lingkungan, semakin mahir mengatasi sistuasi-situasi yang menantang dan semakin mudah Anda mempelajari informasi baru”. Setiap siswa diminta berhubungan secara aktif dan mendapat rangsangan baru dalam lingkungan masyarakat, agar mereka mendapat pengalaman membangun gudang penyimpanan pengertahuan pribadi.
Pola yang dikembangkan tersebut, maka dalam setiap individu diharapkan muncul sikap tanggung jawab terhadap diri, sehingga akan terus belajar dan berupaya menggali sesuatu yang baru dan menggunakannya. Kemampuan dalam menyerap informasi selanjutnya dikenal dengan istilah modalitas belajar. Adapun kemampuan dalam mengatur dan mengolah informasi dikenal dengan istilah dominasi otak.
DePorter (2002) mengelompokkan modalitas seseorang menjadi tiga kelompok yaitu visual, auditorial, dan kinestesik. Dalam proses belajar modalitas tersebut dapat dibantu dengan menggunakan suatu alat yang dinamakan media, yakni media pembelajaran. Seseorang yang bertanggung jawab terhadap dirinya, akan benar-benar menyadari terhadap modalitas, khususnya modalitas belajar yang dimilikinya.
Komponen modalitas secara teoretis mengandung aspek-aspek seperti yang dikemukakan Gardner (1992) mencakup berbagai cara dilakukan dalam membelajarkan diri, mencakup: (1) verbal/linguistik, (2) logical/mathematical, (3) visual/spatial, (4) body/kinesetik, (5) musical/rhythmic, (6) interpersonal, (7) intrapersonal, dan (  naturalistik.
2. Quantum Teaching
Mengajar merupakan salah satu tugas seseorang yang menyandang predikat sebagai pengajar. Ada empat kemampuan yang perlu dimiliki seorang pengajar yaitu kemampuan dalam mendiagnosis tingkah laku siswa, melaksanakan proses pembelajaran, menguasai bahan ajar, dan melakukan evaluasi hasil belajar.
Mengajar pada hakekatnya merujuk pada aktivitas yang dilakukan oleh pengajar dalam rangka menciptkan proses belajar pada pembelajar. Dengan demikian, mengajar merupakan upaya guru untuk menciptakan kondisi-kondisi atau mengatur lingkungan sedemikian rupa, sehingga terjadi proses interaksi antara peserta didik dengan lingkungan, termasuk dengan guru, alat pelajaran dan lain sebagainya. Melalui proses interaksi tersebut, diharapkan pada diri peserta didik terjadi proses yang dikenal dengan nama proses belajar (Nasution, 1982).
Dalam konsep di atas, tersirat bahwa peran pengajar adalah pemimpin dan fasilitator belajar. Dengan demikian, mengajar bukan hanya menyampaikan bahan pelajaran, tetapi suatu proses dalam upaya membelajarkan peserta pembelajar. Mengingat sasaran utama dalam proses pembelajaran adalah terjadinya proses belajar, maka komponen-komponen pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik peserta didik, terutama modalitas yang dimilikinya.
Quantum teaching, merupakan konsep yang dikembangkan tentang mengajar ini didasarkan pada asas utama, yaitu “bawalah dunia mereka ke dunia kita dan bawalah dunia kita ke dunia mereka”. Selain itu, dikembangkan juga lima prinsip dasar, yaitu segalanya berbicara, segalanya bertujuan, pengalaman sebelum pemberian nama, akui setiap usaha, dan jika layak dikerjakan layak juga dihargai (DePorter, 2002). Model yang dikembangkan terdiri dari dua komponen yaitu konteks yang memiliki empat aspek (suasana, landasan, lingkungan, dan rancangan) dan isi yang mencakup presentasi. Kerangka rancangan belajarnya adalah tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, dan rayakan (TANDUR).
Lawatan Sejarah Sebagai Model Pembelajaran
Lawatan Sejarah adalah suatu kegiatan perjalanan mengunjungi situs bersejarah (a trip to historical sites). Jika mencermati uraian di muka, khususnya tentang pengembangan model pembelajaran berbasis teori belajar yang berkembang, maka Lawatan Sejarah dapat dikembangkan sebagai model pembelajaran sejarah baik dengan basis teori behavioristik, koqnitif, maupun konstruktivistik. Tinggal bagaimana guru dan/atau murid mengemasnya. Tentu saja, kalau kita mengikuti perkembangan baru. Terutama paradigma baru yang dijadikan rujukan yang mendasari penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, yang dituangkan baik pada UU tentang Sisdiknas maupun Peraturan Menteri tentang Standar Kompetensi dan Implementasinya, maka sangat jelaslah bahwa paradigma pembelajaran kontruktivisme menjadi pilihan utamanya.
Mengamati perkembangan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, gejala diterimanya paradigma konstruktivisme dan tren pembelajaran quantum sungguh menggembirakan. Hal ini terbukti dari mulai maraknya kegiatan-kegiatan pendidikan baik formal (sekolah) maupun non formal (pelatihan, workshop, atau bahkan seminar lokakarya) yang dikemas dalam bentuk Edutainment.
Kita sudah lama mengenal istilah learning by doing, maka learning by experiencing adalah ungkapan yang tepat untuk menggambarkan “Edutainment”. Edutainment yaitu sebuah konsep yang saat ini sedang dikembangkan oleh berbagai lembaga pendidikan formal (sekolah) maupun non formal (lembaga-lembaga yang menyelenggarakan pelatihan, workshop, atau seminar). Bahkan dinegara maju, edutainment telah ditopang oleh teknologi yang maju, sehingga sebutannya menjadi edutainment and technotainment (Edutechnotainment: pen). Progam ini diakui telah membuka sumber daya baru, perkakas dan strategi untuk mengangkat capaian siswa ke tingkat yang lebih tinggi (McKenzie, 2000).
Edutainment adalah akronim dari “education and entertainment”. Dapat diartikan sebagai progam pendidikan atau pembelajaran yang dikemas dalam konsep hiburan sedemikian rupa, sehingga tiap-tiap peserta hampir tidak menyadari bahwa mereka sebenarnya sendang diajak untuk belajar atau untuk memahami nilai-nilai (value), sehingga kegiatan tersebut memiliki nuansa yang berbeda dibandingkan dengan pembelajaran biasa.
Edutainment dapat digunakan untuk mengemas model pembelajaran melalui lawatan sejarah. Aplikasinya tergantung dari kebutuhan dan impact yang diharapkan oleh peserta. Lawatan sejarah yang dikemas dalam Edutainment akan menjadi lebih menarik bagi peserta. Sebenarnya lawatan sejarah ini hanyalah kendaraan saja. Yang terpenting adalah muatannya, baik itu internal maupun external issues, misalnya educational vision and mission, self esteem, sense of belonging, awarding, appreciation, product knowledge, atau competency.
Beberapa testimony mengungkapkan bahwa setelah mengikuti lawatan sejarah tingkat daerah (Laseda) maupun tingkat nasional (Lasenas – sudah 5 kali sejak 2003), peserta merasa memperoleh ”sesuatu yang baru” yang berbeda dengan sebelumnya (Kompas, 06 September 2003). Hal tersebut secara teoritik bukan hal yang mengherankan. Ada faktor-faktor kunci sukses yang terkumpul dalam diri peserta, seperti positive mental attitude, knowledge, skills, dan habit. Dengan melihat faktor-faktor tersebut, maka pendekatan penting dikembangkan adalah memberikan motivasi pada faktor positive mental attitude. Tekniknya dilakukan dengan menggali keinginan seseorang yang paling dalam dan menjadikannya sebagai main need atau main good. Sedang outputnya nanti adalah momentum seseorang untuk berubah.
Pada tahap persiapan setiap rancangan kegiatan, maka guru bertanggungjawab penuh menentukan scedule, dimana mereka secara cermat memperhitungkan alokasi waktu menit per menit. Harus dirancang agar tidak ada jeda yang menyebabkan acara jenuh. Hal ini dapat dikembangkan teknik-teknik entertainment seperti sounds, diantaranya music, illustration, video presentation, inspirational message, games. Suatu variasi yang direkomendasikan oleh pembelajaran kontukstivisme dengan quantum learningnya.
Tiap-tiap pembicara yang terlibat dalam kegiatan ini saling berkoordinasi antara satu dengan yang lainnya. Mereka dapat saling mengisi dan saling menguatkan pesan (message), muatan (qoute) serta materi (material) yang akan disampaikan sebagai suatu cotinual synergy yang memiliki benang merah, yang akan memudahkan peserta untuk memahami pembelajaran yang disampaikan secara sederhana.
Lawatan sejarah ini dapat dilaksanakan dalam waktu mulai dari setengah hari hingga tiga hari, baik indoor maupun outdoor, misalnya di ballroom hotel, aula, lapangan terbuka, pool side, atau camp didaerah pegunungan atau pantai diluar kota, tergantung situs sejarahnya tentu saja. Lamanya kegiatan, penggunaan equipments serta penentuan aplikasi materi- materi outbound mempengaruhi hasil akhir, yang dapat berupa soft, middle, atau high impact. Artinya semakin tinggi impact yang dihasilkan, semakin tinggi pula motivasi orang tersebut setelah selesai mengikuti lawatan sejarah. Bahkan ia akan dapat secara positif mempengaruhi dan memotivasi teman yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bruce Joyce., Marsha Weil. (2000). Model of Teaching. Boston : Allyn and Bacon
Bruner, Jerome S. (1963). The Process of Education. New York : Vontage Books
Davis, Russel G. (1980). Planning Education for Development: Volume Issue and Problems in The Planning of Education in Developing Coutries. Cambridge. Massachusetts.
Gardner., White Blythe (1992). Multiple Modalities of Learning (Multiple Ontelligences).USA : CORD Communications, Inc
Good,C.V.(1973).Dictionary of Education.New York:McGraw-Hill Book Company.
McKenzie, Jamie. 2000. Beyond Edutainment and Technotainment. http://fno.org/sep00 /eliterate.html
Pannen Paulina, dkk. 2005. Konstruktivisme dalam Pembelajaran. Jakarta: Dikti. Depdiknas.
Soekamto, Toeti dan Udin Saripudin Winataputra. 1997. Teori Belajar dan Model-model Pembelajaran. Jakarta: Dikti. Depdiknas.
Wowo Sunaryo Kuswana., Yayat, Sriyono. 2003. Model, Pendekatan, Strategi, Metode, Gaya. http://wowosk.com/artikel/kurpem-model.php.
(Sumber: http://budicahyo.wordpress.com/2008/06/08/lawatan-sejarah-sebagai-model-pembelajaran-sejarah/)

Dindin Syahbudin, M.Pd.
Universitas Negeri Yogyakarta, 2008

PERSAMAAN DAN PERBEDAAN MORFOLOGIS DAN KONSTRUKSI SINTAKSIS

oleh:
Dindin Syahbudin, M.Pd.

Persamaan dan perbedaan morfologis dan kontruksi sintaksis. Baik morfologi dan sintaksis  merupakan bagian dari ilmu bahasa . Morfologi  adalah ilmu yang mengkaji soal yang berhubung dengan seluk-beluk bentuk kata, kemungkinan adanya perubahan    golongan kata    ( fungsi gramatik ), kemungkinan perubahan makna kata akibat daripada  perubahan bentuk kata ( fungsi semantik )
Satuan yang paling kecil yang diselidiki oleh morfologi adalah morfem dan yang paling besar burupa kata. Sintaksis mempelajari seluk beluk hubungan antara kata/frase/klausa/kalimat. Kata dalam tataran siktasis adalah satuan yang paling kecil yang terbesar adalah wacana. Jadi materi pelajaran morfologi dan sintasis selalu terkait, jika kita urutkan dari bahwa keenam satuan gramatik menurut Ramlan adalah sebagai berikut, morfem, kara, frase, klausa, kalimat, wacana.
Morfologi    Sintaksis
Mengkaji morfem dan kata

Contoh :
Aminah akan mengadakan perjalanan jauh.

Aminah : satu morfem
akan : satu morfem, mengadakan : tiga morfem meN-     +       ada      +        kan

perjalanan : dua morfem
  per – an     +     jalan
jauh        : satu morfem

unsur ke…an dengan
tidak adil, tidak mampu, tidak serasi…
    Mengkaji frasa, klausa, kalimat dan wacana.

Contoh :
Aminah akan mengadakan perjalanan jauh.

Aminah : subjek
akan mengadakan : predikat


perjalanan jauh : frasa objek



Hubungan kata tidak dengan
Adil, mampu, serasi, cukup

2.    Jelaskan tipe kalimat dan pola kalimat dasar yang terdapat dalam bahasa Indonesia.

Tipe kalimat    Contoh
    Subjek    Predikat    Objek    Pelengkap    Keterangan
S – P    Anggun    Tidur    -    -    -
S – P - O    Harun    membuat     layang-layang    -    -
S – P – Pel    Adik    belajar     Bahasa Indonesia    -    -
S – P – Ket     Saya    mau menikah    -    -    bulan depan
S – P – O – Pel    Ibu    membelikan    adik    Sepatu    -
S – P – O – Ket     Saya    membeli    buku    -    di Gramedia

Tipe kalimat  dalam bahasa Indonesia ada enam  macam berdasarkan fungsi. Keenam tipe kalimat ini juga memiliki pola kalimat dasar. Apabila konstituen kalimat dasar yang tidak wajib diabaikan  maka yang dihasilkan kalimat inti. Tabel di atas merupakan keenam kalimat dasar yang dibedakan berdasarkan pola unsur-unsurnya yang wajib.
Pola Kalimat Dasar
Nomor    Pola Kalimat Dasar    Contoh
1    FN + FN    Ibuku    Guru
2    FN + FV    Adikku    belajar
3    FN + F Numeralia    Ayamku     seekor
4    FN + F Adjektif    Dia      cantik
5    FN + F Adverb    Ayah    ke Jakarta

Berdasarkan jumlah inti kalimat dapat ditentukan  pola-pola dasar sebuah kalimat. Sebuah kalimat luas selalu dapat dikembalikan kepada pola-pola dasar yang dianggap sebagai dasar pembentukan kalimat luas itu.  Dasar pembuatan kalimat luas adalah kalimat inti
6.     a.     Kalimat nonverbal adalah kalimat yang predikatnya bukan kata kerja
Contoh : 1.   Ibuku guru
2.    Temanku sangat cantik
b.    Kalimat verbal pasif
Ada dua pola terbentuknya kalimat pasif, yaitu kalimat yang diturunkan dari kalimat aktif dan dari kalimat itu sendiri.
Contoh :
1.    Sayuran itu dibeli oleh Ibu.
2.    Aku terantuk batu.
Kalimat nomor satu adalah kalimat pasif yang diturunkan dari kalimat aktif Ibu membeli sayuran. Berarti kalimat nomor satu dasar pemasifannya dari kalimat aktif. Tidak semua kalimat aktif dapat diubah menjadi kalimat aktif. Kalimat aktif yang tidak dapat diubah menjadi kalimat pasif disebut kalimat taktransitif. Kalimat tersebut tidak mempunyai objek.
Kalimat nomor dua adalah kalimat pasif yang terbentuk bukan karena dari kalimat aktif, melainkan dari verba yang berkategori pasif. Ada beberapa prefiks yang berkategori pasif, yaitu prefiks di- dan ter- dan pada pola tertentu kata dasar juga berperan sebagai kata kerja pasif. Contohnya Buku aku beli atau Buku kubeli. Pada kalimat Buku aku beli diturunkan dari kalimat aktif Aku membeli buku.
c.    kalimat verbal medial
Kalimat verbal medial adalah kalimat yang subjeknya pelaku sekaligus sebagai penderita.
1.    Dia terantuk batu itu..
2.    Dia terjun ke sungai.
d.    kalimat verbal resiprokal
Kalimat verbal resiprokal adalah kalimat yang predikatnya  menyatakan makna saling.
Contohnya:
1.    Dia bersalaman dengan lawan politiknya.
2.    dua orang kekasih itu berciuman tidak mempunyai rasa malu sedikit pun.
e.    kalimat aktif ekatransitif
Kalimat ekatransitif  adalah kalimat yang berobjek dan tidak berpelengkap dan mempunyai tiga unsure wajib, yakni subjek, predikat, dan objek
Contoh
1.    Pemerintah akan memasok semua kebutuhan lebaran
              S                  P                               O
2.    Presiden merestui pembentukan Panitia Pemilihan Umum.
            S             P                              O            
3.    Nilai Ujian Nasional menentukan nasib para siswa.
                 S                             P                    O
f.    kalimat aktif dwitransitif
Kalimat bentuk ini mempunyai pola tambahan yaitu hadirnya pelengkap dalam kalimat tersebut selain unsure subjek, predikat, dan objek.
Contoh
1.    Ibu membelikan adik sepatu baru.
 S        P       O       Pel.
2.    Kamu harus membuatkan Pak Ali Laporan tahunan
 S              P                        O               Pel.

g.    kalimat aktif semitransitif
Kalimat aktif semitransitif adalah kalimat yang objeknya tidak dimunculkan. Apabila dimunculkan menjadi kalimat aktif ekatransitif (objek dielipsiskan)
Contohnya:
1. Orang itu sedang mencuci.
2. Pengemis itu sedang meminta.
h.    kalimat ekuatif
Kalimat ekuatif adalah kalimat yaang mengandung kata kerja bantu seperti adalah, menjadi dan merupakan. Kalimat ini antara subjek dan predikat seakan akan dianggap sama atau merupakan pengganti makna.
Contohnya;
1.    Kakekku adalah pelaut.
2.    Dia sekarang menjadi orang kaya.
i.    Pengembangan ide gagasan menulis ada berbagai cara
1.    cara alamiah
Pola alamiah adalah suatu urutan unit-unit karangan sesuai dengan keadaan yang nyata di alam. Pola ini sesuai dengan dimensi dalam kehidupan manusia, yaitu atas-bawah, melintang-menyeberang, sekarang-nanti, dulu-sekarang, timur-barat, dsb. Contoh :
Perjalanan waktu dari dahulu hingga sekarang yang tidak pernah berubah dalam kehidupan manusia adalah rasa ingin tahu dan ingin hidup lebih enak. Pada masa pergolakan di tanah air orang susah mendapatkan nasi. Makanan sehari hari hanyalah jagung atau jenis umbi-umbian. Perkembangan zaman jagung dan umbi-umbian harganya lebih mahal dari nasi. Jagung dan umbi-umbian telah dimodifikasi menjadi makanan yang dipajang di restoran.
2.    cara logika/ penalaran
Pola logika  atau penalaran yaitu pola pengembangan paragraph yang mencari hubungan-hubungan yang dapat diterima oleh akal. Tanggapan yang diberikan dalam tulisan menyesuiakan jalan pikiran sebagai landasan untuk memecahkan persoalan. Contoh :
Rasa ingin tahu seseorang dipicu oleh perasaan hati manusia ingin hidup lebih baik. Keinginantahuan seseorang menjadikan hidup lebih kreatif, inovatif, dan berarti. Kekreatifan dan keinovatifan seseorang menjadikan hidup dan tidak mati. Masa bodah seseorang akan membunuh secara perlahan hidup dan kehidupan.
3.    urutan kepentingan
Urutan kepentingan sama dengan pola familiaritas, yaitu pengarang dalam mengembangkan karangannya dimulai dengan cara mengemukakan sesuatu yang berdasarkan skala prioritas kemudian berangsur-angsur mengemukkan yang tidak begitu penting.
Usaha mengembangkan produktifitas pertanian tidak akan terlepas dari kemauan dan usaha petani itu sendiri. Ada beberapa usaha yang harus dilakukan oleh petani dalam meningkatkan hasil pertanian. Usaha ini lebih dikenal dengan pancausaha tani. Memilih bibit unggul merupakan langkah yang harus dilakukan oleh petani agar hasil tanaman yang akan dipanen menjadi baik. Petani tidak boleh asal menanam bibit tanaman. Bibit tanaman itu harus dicari keunggulan-keunggulannya. Langkah ini sering diabaikan oleh petani Indonesia.
4.    cara perbandingan
Pola perbandingan adalah dengan cara membandingkan atau menunjukkan persamaan dan perbedaan antara dua orang, objek, atau gagasan dengan bertolak dari segi-segi tertentu. Contoh
Kondisi perekonomian kota dan pedesaan ditinjau dari ketahanan pangan sangat berbeda. Perekonomian masyarakat pedesaan lebih kuat dibanding dengan perekonomian kota. Simbiosis mutualis inilah yang menjadikan kedua perekonomian kota dan pedesaan tetap berjalan.
5.    cara pertentangan
Pola pertentangan lebih menekankan pada aspek mencarai perbedaan unsur-unsur yang akan diungkap. Contoh :
Proses demokrasi sebagai  cita-cita luhur itu  kurang lancar jalannya. Ketidakberhasilan ini karena adanya perbedaan kepentingan. Pandangan picik dari masyarakat yang mengatakan bahwa demokrasi akan menyebabkan kondisi keamanan yang tidak kondusif sebagai penyebab demokrasi tidak berjalan dengan baik. Sebagian masyarakat lain memandang situasi yang tidak kondusif ini dipicu karena demokrasi tidak berjalan. Pemerintah yang otoarian menyebabkan kesengsaraan di mana-mana..
j.    Paragraf yang baik memiliki tiga syarat utama kohesi koherensi dan kelengkapan jelaskan dan deskripsikan piranti kohesi yang biasa digunakan dalam pengembangan pararagraf.
8.     Tiga syarat paragraf yang baik
1.    koherensi
Setiap paragraf  haruslah merupakan kumpulan kalimat yang saling berhubungan padu, tidak berdiri-sendiri atau terlepas satu sama lain.
2.    kelengkapan
Paragraf dikatakan lengkap jika berisi kalimat-kalimat penjelas yang cukup menunjang kejelasan  kalimat topik dan dikatakan tidak lengkap apabila tidak dikembangkan atau hanya  diperluas dengan pengulangan- pengulangan.
3.    kohesi
Keserasian hubungan antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana sehingga terciptalah pengertian yang baik atau koheren. Agar kalimat itu menjadi kohesif adanya unsur
a.    hubungan sebab-akibat baik antarklausa maupun anatar kalimat yang dinyatakan dengan kata penghubung sebab, karena akibat dan lain-lain.
b.    Hubungan pertentangan yang dinyatakan dengan kata penghubung tetapi, namun, sedangkan
c.    Hubungan pengutamaan yang dinyatakan dengan kata penghubung bahkan
d.    Hubungan perkecualian yang dinyatakan dengan kata penghubung kecuali
e.    Hubungan konsesif yang dinyatakan dengan kata penghubung walaupun, meskipun,
f.    Hubungan tujuan yang dinyatakan dengan kata penghubung agar,  supaya
g.    Hubungan persesuaian alami yang dinyatakan dengan hubungan yang bersifat gramatikal
Kesemua unsur ini akan membentuk sebuah paragraf yang baik dan padu.
9.     Problema semantik yang sering dijumpai di sekolah antara lain :
a.     Adanya kata-kata yang sama dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah Sunda, tetapi maknanya berbeda.
Contoh : papah, suku, amis, dst.
b.     Adanya kesulitan pada anak ketika dihadapkan pada pembelajaran makna denotasi dan konotasi dalam frasa.
Contoh : kambing hitam, lintah darat, dukun beranak, timah panas, dst.
c.     Adanya penulisan kalimat yang ambigu dalam karang-mengarang.
Contoh : Ditangkap dua orang penculik di kampung kami.
d.     Adanya kesulitan siswa dalam mencari dan memahami makna kata-kata baku yang masih asing di telinga siswa.
Contoh : senyampang, madani, dst.
e.     Adanya kesulitan siswa dalam memahami makna kata-kata serapan dari bahasa asing.
Contoh : diversifikasi, intensifikasi, dst.
f.    Adanya kesulitan siswa dalam memahami makna diksi dalam karya sastra.
g.    Adanya ketumpangtindihan penggunaan kata ’jam’ dan ’pukul’, ’tiap-tiap’ dan ’masing-masing’.
h.    Adanya pengaruh kuat yang negatif dari media elektronik dalam mengunakan dan memaknai kata ganti ’kami’ dan ’kita’ dalam percakapan sehari-hari.

(Universitas Negeri Yogyakarta, 2008)

TATA BUNYI, TATA TULIS, TATA UCAP, MORFOLOGIS, DAN MORFOFONEMIS

oleh:
Dindin Syahbudin, M.Pd.

1.    Bunyi-bunyi bahasa yang terjadi akibat udara yang dihembuskan atau dihisap dan mendapat hambatan dengan berbagai cara dan dibedakan menjadi beberapa istilah dalam tata bunyi Bahasa Indonesia.
Huruf dalam tataran ini dapat berada di awal, di tengah, dan di akhir. Huruf belum bermakna  sedangkan fonem sudah mampu membedakan makna. Fon merupakan suatu hasil bunyi dari alat ujar dan dalam proses menghasilkan bunyi tersebut dikenal kontoid dan vokoid. fonotaktik  mempunyai pola yang terkait dengan pola penyukuan kata  dan pergeseran bunyi menimbulkan variasi bunyi satu fonem yang sama. Berikut beberapa pengertian berikut contohnya.
a.    Huruf adalah aksara atau gambaran bunyi bahasa.
Contoh :
Huruf vokal    Cara pemakaian dalam kata
    Di awal    Di tengah    Di akhir
a
i
o
u
e*    ada
itu
onak
usaha
edan
elang    padu
dian
doa
dua
denah
seram    doa
mandi
kado
madu
pete
himne


Huruf Konsonan    Cara pemakaian dalam kata
    Di awal    Di tengah    Di akhir
k
s
l
h
n    kapan
saya
lisan
harap
nama    makan
insaf
malu
tahap
makna    kakak
harus
tolol
sudah
jalan

b.    Fonem adalah satuan yang terkecil yang terdiri  atas bunyi-bunyi ujar yang dapat membedakan arti.
Contoh : lari, tari, dari, jari, mari, sari, cari, dst.
fonem /l, t, d, j, m, s, c/ mampu menunjukkan terjadinya perbedaan makna, sehingga disebut fonem yang berbeda
c.    Fon adalah bunyi bahasa terkecil baik yang membedakan arti atau tidak membedakan arti. ( tahun – taun / ramai – rame / satai –sate / cabai –cabe)
d.    Kontoid adalah bunyi yang bagi pengucapanya arus udara dihambat sama sekali oleh penutupan larinx atau jalan di mulut atau dipaksa melalui lubang sempit, atau dipindahkan dari garis tengah daripada alurnya melalui lubang lateral, atau menyebabkan bergetarnya salah satu alat-alat supra glotal.
Contoh:  [p] (papa), [t] (tata), [d] (dada
e.    Vokoid adalah bunyi yang bagi pengucapannya jalan mulut  tidak terhalang, sehingga arus udara dapat mengalir dari paru-paru ke bibir dan ke luar tanpa dihambat, tanpa harus melalui lubang sempit, tanpa dipindahkan dari garis tengah pada alurnya dan tanpa menyebabkan alat-alat supra glottal sebuahpun bergetar; biasanya bersuara, tetapi tidak perlu selalu demikian.
Contoh: [a] (apa),[e] (nenek), [e] (mepe) dalam Bahasa Indonesia berarti menjemur, [i] (ini).
f.    Kaidah fonotaktik adalah kaidah-kaidah yang mengatur urutan atau  hubungan antara fonem-fonem suatu bahasa. Contoh: dalam perkembangan bahasa Indonesia mengizinkan jejeran /-nt-/ (untuk), /-rs-/ (bersih) /-st-/ (pasti); tetapi tidak mengizinkan jejeran     /-pk-/    /-pd-/  tidak ada morfem asli dalam bahasa Indonesia.
2.     Dalam proses pembelajaran di kelas adakalanya  kita menemukan permasalahan tata tulis dan tata ucap, penggunaan sebuah atau beberapa kata asing dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Dalam Bahasa Indonesia prinsip pengucapan antara tulisan dan ucapan harus sama sedangkan bahasa asing khususnya Bahasa Inggris antara tulisan dan pengucapan banyak yang berbeda.
Untuk mengatasi hal tersebut  dilakukan dengan cara:
a.    Penyusunan kamus disertakan cara pengucapannya (transkrip fonetis)
b.    Pengucapan diusahakan antara tulisan dan ucapan sama dalam konteks bahasa Indonesia
c.    Kata asing digunakan jika dalam bahasa Indonesia tidak ada kata padannya.
d.    Dalam pembelajaran senantiasa berpedoman pada kaidah penyerapan dan tata tulis serta memperhatikan masyarakat pengguna bahasa Indonesia.
3.     Proses morfologis adalah proses pembentukan kata-kata dari satuan lain yang merupakan bentuk dasarnya. Proses morfologis ada enam jenis (Kridalaksana 1988:5) yaitu:
1.    derivasi zero
Derivazi zero adalah proses leksem menjadi kata tunggal tanpa perubahan apa-apa. Contoh leksem KITA menjadi kita tanpa perubahan apa-apa
2.    afiksasi
Afiksasi adalah proses terbentuknya leksem menjadi kata dengan penambahan afiks. Contohnya BAWA menjadi membawa. Ada beberapa jenis afiks, yaitu prefiks, infiks, sufiks, simulfiks, konfiks.
3.    reduplikasi
Reduplikasi adalah proses perubahan leksem menjadi kata dengan cara pengulangan. Contoh RUMAH berubah menjadi rumah-rumah. Ada beberapa jenis reduplikasi di antaranya kata ulang utuh, kata ulang sebagian, kata ulang berimbuhan, kata ulang berubah bunyi.
4.    pemendekkan
Pemendekkan adalah proses terbentuknya leksem menjadi kata dengan cara pemenggalan, konstraksi, akronim, dan penyingkatan. Contoh IBU menjadi bu.
5.    perpaduan
Perpaduan adalah proses terbentuknya leksem menjadi kata karena ada dua leksem tunggal bergabung menjadi kata. Contoh BUAH dan TANGAN menjadi buah tangan.
6.    derivasi balik
Derivasi balik adalh proses terbentuknya leksem menjadi kata. Proses ini sama dengan kejadian dalam afiksasi.

Proses morfofonemis adalah peristiwa fonologis yang terjadi karena pertemuan morfem dengan morfem. Proses morfofonemis dalam Bahasa Indonesia hanya terjadi dalam pertemuan realisasi morfem dasar (morfem) dengan realisasi afiks (morfem), baik prefiks, sufiks, infiks, maupun konfiks. Kalau kita berbicara mengenai morfem, maka kita berbicara mengenai satuan abstrak, sedangkan morf merupakan satuan yang lebih konkret daripada morfem, sedangkan di luar itu, fonem dan fon merupakan satuan yang lebih konkret lagi.
a.    Peristiwa Morfofonemis Pemunculan Fonem
1.    Pemunculan luncuran/y/      /ketinggiYan/ /tepiYan/
2.     Pemunculan luncuran/w/     /KepulauWan/
3.    Pemunculan luncuran/a/     /ayahanda/
4.    Pemunculan luncuran/n/     /seNdiri/
5.    Pemunculan luncuran/m/    /seMbarangan/
6.    Pemunculan luncuran/nge/     /pe NGE las/
7.    Pemunculan luncuran/ng/    /peNGgugat/
b.    Peristiwa Morfofonemik Pengekalan Fonem
Penggabungan morf tak terjadi perubahan apa-apa.
1.    Pengekalan fonem diawali /l,r,y,w/ melihat, pemula, penilai
2.    Pengekalan fonem bila berakhiran /a/  dan mendapat konfiks ke-an. kerajaan,  keadaan
3.    Pengekalan fonem terjadi bila berafiks ber-, ter-, per-, se-, wan,wati  bermain, terpukul, pertanda, searah wartawan, wartawati.
4.    Peristiwa Morfofonemik Pemunculan Dan Pengekalan Fonem
Mengkukur dan mengukur
c.    Peristiwa Morfofonemik Pergeseran Fonem
1.    pergeseran ke belakang      /bala-san, rambu-tan/
2.    pergeseran ke depan        /i-bunda, cu-cunda/
3.    pergeseran pemecahan suku kata akibat infiks  /ge-ri-gi,ge-me-tar/
d.    Peristiwa Morfofonemik Perubahan Dan Pergeseran Fonem
1.    Perubahan fonem /’/ menjadi fonem /k/  /menaiki,gerakan/
2.    Perubahan fonem /r/ berubah menjadi /l/ /belajar, pelajar, terlantar/
e.    Peristiwa Morfofonemik pelesapan fonem
1.    pelesapan fonem /h /dan /k/     /sejarawan, ananda/
2.    pelesapan fonem /r /        /peramal,bekerja/
f.    Peristiwa Morfofonemik Peluluhan Fonem
1.    peluluhan fonem /k/         /mengarang,pengiriman/
2.    peluluhan fonem /p/        /memakai, pemahat
g.    Peristiwa Morfofonemik Penyisipan Fonem secara Historis
Peristiwa ini apabila terjadi morfem dasr berasal dari kata asing mendapt afiksasi     / standardisasi,objektif/
h.    Peristiwa Morfofonemik pemunculan fonem berdasarkan pola bahasa asing
Pemunculan fonem karena mengikuti morfofonemik bahasa asing. /islami, duniawi, surgawi, alami/
i.    Peristiwa Morfofonemik Variasi Fonem Bahasa Sumber
Variasi fonem mengikuti pola bahasa sumber yang memiliki makna yang sama
Tunggal        = kritikus, politikus, alumnus
Jamak        = kritisi, politisi, alumni

(Universitas Negeri Yogyakarta, 2009)

SOAL-SOAL BERDASARKAN TAKSONOMI BARRET

SOAL-SOAL BERDASARKAN TAKSONOMI BARRET


oleh:
DINDIN SYAHBUDIN, M.Pd.

Teks 1

Pahlawan tanpa tanda jasa? Sebutan itu tidak asing lagi. Pahlawan tanpa tanpa tanda jasa adalah pahlawan yang ikhlas dan rela berkorban menyisihkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk masyarakat, bangsa, dan negara. Gelar pahlawan tanpa tanda jasa hanya pantas diberikan kepada seseorang yang berjiwa pemimpin, yang dapat dijadikan pantauan dan dapat ditiru oleh setiap orang. Siapa lagi kalau bukan guru, baik guru TK, SD, SMP, dan SMA, dll
                            (Pikiran Rakyat Bandung)

A.    Soal Membaca Pemahaman Harfiah
1.    Siapakah Pahlawan tanpa tanda jasa itu?
2.    Pahlawan tanpa tanpa tanda jasa adalah .........



Teks 2

Babak 8 Besar Liga Jarum Indonesia ternoda. Pertarungan antara Persiwa Wamena melawan Arema Malang di stadion Brawijaya kediri, Rabu (16/1) malam dihentikan pada menit ke-76 karena rusuh.
Suporter yang tergabung dalam Aremania turun kelapangan.Mereka mengamuk membakar gawang. Ketika  pertandingan dihentikan Persiwa unggul 2-1

3.    Kapan pertarungan antara Persiwa Wamena melawan Arema Malang ?
4.    Dimana pertandingan tersebut berlangsung?
5.    Pada menit keberapa pertandingan tersebut dihentikan?


Teks 3  
 Hujan turun terus-menerus sejak tiga hari terakir ini telah menenggelamkan 14.700 hektare persawahan , di 16 kecamatan di kabupaten Karawang. Jika dalam dua hari ked depan air tak kunjung surut, tanaman padi berusia 10 hingga 60 hari itudipastikan bakal mati membusuk
                            (Pikiran Rakyat Bandung)
Teks 4
 Sedikitnya 650 rumah yang berada di dua desa di Muara Gembong, Kabuipaten Bekasi   terendam banjir akibat meluapnya air Kali Ciherang. Camat Muara Gembong Muhajirin mengatakan, 650 rumah warga yang terkena banjir ini berada di Desa Pantai Jaya sakti dan Desa Pantai Harapan Jaya. Perinciannya, 100 rumah yang dihuni, 75 kepala Keluarga ( KK) di Desa Pantai Jaya Sakti dan 550 rumah yang dihuni 705 KK di desa Pantai Harapan Jaya.
                                (Sindo, 12 Feb 08)

6.    Tuliskan persamaan kedua teks di atas!
7.    Tuliskan perbedaan kedua teks di atas!

Teks 5
Kondisi Presiden Timor Leste Jose Ramos Horta kritis karena kehilangan banyak darah akibat tembakan yang mengenai perut dan dadanya, Senin (11/2). Ia mengalami perawatan di Rumah Sakit Royal Darwin akibat luka tembak yang dideritanya menyusul serangan kelompok pemberontak pimpinan Alfredo Reinado di Dili.
Salah seorang pimpinan rumah sakit , Len Notaras menyebutkan, Ramos Horta terkena tiga peluru, satu dibagian perut dan dua lainnya bersarang di dada. Kondisi itu membuat Ramos Horta harus menjalani tiga kali operasi.
                    ( Pikiran Rakyat, 12 Februari 2008 )

8.    Apakah penyebab harus dirawatnya Presiden Timor Leste?
9.    Menurut salah seorang pimpinan Rumah Sakit berapa peluru yang bersarang di tubuh Jose Ramos Horta ?
10.    Di bagian mana saja ?
11.    Tuliskan pernyataan  berupa fakta yang terdapat dalam paragraf pertama wacana di atas!
12.    Tuliskan pernyataan berupa opini yang terdapat dalam paragraf kedua wacana di atas!
B.    Soal Membaca Pemahaman Inferensial
     
    Grafik Distribusi Minyak Tanah Kelurahan Sukamaju
    Bulan Januari s.d. Juni

13.    Buatlah pertanyaan yang dapat dijawab berdasarkan grafik di atas!
14.    Buatlah pernyataan yang sesuai dengan grafik pada bacaan di atas!


Teks 6
PKH Disambut Baik Masyarakat
Saat ini banyak anak Indonesia tak bisa mengenyam pendidikan karena kemiskinan. Mereka putus sekolah karena ketiadaan biaya. Kondisi ini sangat memprihatinkan. Karenanya, kepedulian dari berbagai pihak untuk membantu anak-anak Indonesia yang kekurangan biaya pendidikan mutlak diperlukan. Itu karena pemerintah tak mungkin bisa menyelesaikan secara tuntas tanpa peran serta sektor swasta.
Bagai hendak menjadi pendorong sektor swasta, pemerintah sendiri telah menggulirkan sejumlah program untuk mendukung sukses pendidikan khususnya di kalangan rumah tangga sangat miskin (RTSM). Salah satu yang mendapat positif rakyat adalah Program Keluarga Harapan (PKH).
PKH merupakan program bantuan tunai dari pemerintah pusat kepada RTSM guna mendorong semangat para keluarga miskin untuk kembali menyekolahkan anak-anaknya dan mendapat akses layanan kesehatan.
Karenanya dalam PKH, keluarga miskin yang akan mendapat bantuan uang tunai itu harus memenuhi ketentuan; (1) memiliki anak usia sekolah usia 6 – 15 tahun atau kurang dari 18 tahun namun belum menyelesaikan pendidikan dasar,(2) memiliki anak usia 0 – 6 tahun, (3) terdapat ibu yang sedang hamil.

C.    Soal Membaca Pemahaman Reorganisasi

15.    Apakah hubungan antara program PKH dengan suksesnya pendidikan di kalangan RTSM?
16.    Bagaimana dampaknya jika program tersebut berhasil dilaksanakan?

D.    Soal Membaca Pemahaman Evaluasi
17.    Bagaimana pendapatmu tentang pemerintah telah menggulirkan sejumlah program untuk mendukung sukses pendidikan khususnya di kalangan rumah tangga sangat miskin (RTSM)?
18.    Kemukakan tanggapanmu tentang ketentuan untuk keluarga miskin sehingga menerima bantuan uang tunai?
19.    Apa komentarmu tentang mulai banyak pihak yang peduli terhadap pendidikan rakyat miskin?


E.    Soal Membaca Pemahaman Apresiasi
20.    Bagaimana sikapmu seandainya kamu menjadi anggota keluarga miskin yang mendapat bantuan untuk melanjutkan pendidikan dan meraih cita-citamu?
(Universitas Negeri Yogyakarta, 2008)

DESKRIPSI PROSES MORFOFONEMIK DARI SURAT KABAR

DESKRIPSI PROSES MORFOFONEMIK DARI SURAT KABAR


oleh :
Dindin Syahbudin, M.Pd.


KAJIAN TEORI
Morfofonemik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah 1) telaah tentang perubahan-perubahan fonem yang terjadi sebagai akibat pertemuan (hubungan) morfem dengan morfem lain: morfofonologi, 2) perubahan fonem yang terjadi sebagai akibat pertemuan (hubungan)  morfem dengan morfem yang lain.
Sedangkan menurut Kridalaksana (2008) adalah 1) analisis dan klasifikasi pelbagai ujud atau realisasai yang menggambarkan morfem; 2) struktur bahasa yang menggambarkan pola fonologis dari morfem; termasuk didalamnya penambahan, pengurangan, penggantian fonem, atau perubahan tekanan yang menentukan bangun morfem.
Jadi morfofonemik adalah peristiwa fonologis yang terjadi karena pertemuan morfem dengan morfem. Dalam bahasa Indonesia, ialah peristiwa fonologis yang terjadi karena pertemuan morfem dasar dan morfem afiks.
Berikut adalah analisis peristiwa morfofonemik yang bahannya penulis ambil dari surat kabar “KOMPAS” edisi hari Senin tanggal 06 Oktober 2008  berdasarkan jenis-jenis morfofonemik:
1.     Gejala Pemunculan Fonem
Adalah munculnya fonem baru akibat dari pertemuan morfem dasar dengan morfem afiks
a.     ......memiliki ribuan alumni tersebar di 100 negara dengan top position.......  (halaman 8 kolom iklan)
     ribu + -an        ribuwan            /w/
b.    Berkat pelatihan mengelas dan memperbaiki mesin perahu bermotor yang dilaksanakan................................ (halaman 14 kolom 1)

mə- + las    məŋəlas                /ŋə/
c.    Sebanyak 611 anak SD dilayani 2 sekolah yang menggunakan gedung secara bergantian ......................... (halaman 7 kolom 5)
mə-kan     + guna     məŋgunakan            /ŋ/
d.    ............pengadaan taman bacaan masyarakat untuk mendorong minat baca dan ..................... (halaman 14 kolom 3)
mə- + dorong     məndorong            /n/
e.    Dalam usia 58 tahun ini Yohnny menyumbangkan sistem komunikasi darurat bencana di................... (halaman 16 kolom 1)
    mə-kan     + sumbang     məňxumbangkan        /ňx/
f.    .............oleh pemimpin Sumatera Barat yang punya popularitas untuk membunyikan sirine................. (halaman 16 kolom 2)
mə-kan + bunyi  məmbunyikan            /m/
g.    ...........jaringan antar wilayah ini juga menjadi media untuk mengetes kualitas pemancar pencarian ........... (halaman 16 kolom 4)
mə- + jadi  məňjadi                    /ň/
mə- + tes  məŋetes                    /ŋe/
h.    Anggaran pemberantasan buta aksara dipangkas Rp. 100 miliar, padahal ............... (halaman 14 kolom 3)
pə-an + berantas  pəmberantasan            /m/
i.    Dengan pengenalan tanda-tanda alam yang ada disekitar rombongan ......................... (halaman 16 kolom 6)
pə-an + kenal  pəŋenalan                /ŋ/
j.    Radio yang dirakit sendiri oleh anak-anak muda ini kemudian dipergunakan ................ (halaman 16 kolom 3)
sə- + diri  səndiri                    /n/

2.     Gejala Pengekalan Fonem
Pertemuan morfem dasar dengan morfem afiks tidak menimbulkan perubahan pada fonem (kekal).
a.    Perbaikan kualitas dan mutu guru merupakan tanggung jawab Departemen .....................(halaman 12 kolom )
mə-kan + rupa   məRupakan                /r/
b.    “Guru minim gambaran apa yang harus dilakukan di kelas,” ujar Sulistio .................... (halaman 12 kolom 4)
di-kan + laku  diLakukan                    /l/
c.    Masih ada keraguan apakah makhluk purba jutaan tahun tersebut berukuran kecil atau hanya.................... (halaman 13 kolom 1)
    tər- + sebut  tərSebut                    /s/
bər-an + ukur  bərUkuran                    /u/
d.    ................disebutkan bahwa contoh diambil dari 75 merek, termasuk..................................(halaman 11 kolom 1)
    di-kan + sebut  diSebutkan                    /s/
    di- + ambil  diAmbil                    /a/   
e.    Saya rasa perumahan akan menjadi salah satu yang menentukan untuk .................... (halaman 10 kolom 7)
    pə-an + rumah  pəRumahan                /r/
f.    Bush telah berjuang sepanjang pekan ini untuk ...............................(halaman 10 kolom 6)
    sə- + panjang  səPanjang                    /p/
g.    Femmy Permatasari beruntung memiliki suami yang seiman sehingga............(halaman F kolom 3)
    sə- + iman  səIman                        /i/
3.     Gejala Pengekalan dan Pemunculan Fonem
Dari pertemuan morfem dasar dengan morfem afiks, muncul fonem baru pada morfem afiks dan tidak berubahnya fonem pada morfem dasar.
a.    Hasil sebagai finalis mengantarkannya ke peringkat kesembilan ATP..........(halaman 29 kolom 2)
mə-kan + antar  məŋ?antarkan                /ŋ,?/
b.    Untuk mengukur kecepatan kendaraan biasanya .............(halaman 30 kolom 2)
    mə- + ukur  məŋ?ukur                    /ŋ,?/
4.     Gejala Pergeseran Posisi Fonem
Dalam proses morfofonemik ini ada pergeseran posisi fonem berdasarkan penyukuan (pengucapannya)
a.    ......................lalu tiba-tiba muncul pria yang kelihatannya sangat ..............(halaman 32 kolom 1)
kə-an + lihat  kəlihatan  kə-li-ha-tan            /t/
b.    .............. di rumah sakit di Singapura saat kandungan berusia empat bulan .........(halaman 32 kolom 2)
Kandung + -an  kandungan  kan-du-ngan        /ŋ/
c.    ...............pendapatan dari retribusi wisata saat libur Lebaran tahun ini meningkat dibanding...........(halaman D kolom 6)
pə-an + dapat  pəndapatan  pən-da-pa-tan        /t/
d.    Kemungkinan ramainya sampai sore karena pemudik mengejar tiba di .........(halamanD kolom 3)
kə-an + mungkin  kəmungkinan  kə-mung-ki-nan    /n/
e.    ........................munculnya gelembung udara yang mengandung racun berbahaya .......... (halaman C kolom 3)
    gembung + -el-  gelembung  ge-lem-bung        /e/,/l/
5.     Gejala Perubahan dan Pergeseran Fonem
Adalah berubahnya fonem dari  morfem afiks dan bergeser ketika penyukuan atau pengucapan.
a.    Bukankah fakir miskin dan anak telantar  itu di pelihara oleh...............(halaman B kolom 3)
    tər- + ?antar  tə-lan-tar                    /r//l/
b.    .................adalah kita harus belajar dari pengalaman yang menimpa ........(halaman 23 kolom 4)
    bər- + ?ajar  bə-la-jar                    /r//l/
c.    ...................adalah kita yang memiliki kedudukan rendah bahkan sangat rendah karena ada yang lebih tinggi..................... (halaman C kolom 2)
    kə- an+ dudU?  kə-du-du-kan                /?//k/
6.    Gejala Pelesapan Fonem
Dalam pertemuan morfem dasar dengan morfem afiks kali ini salah fonem dari morfem afiks luluh atau melesap tidak terdengar atau tertulis.
a.    ...................masuk di lokasi peternakan  babi di daerah yang sangat asing itu.........(halaman 5 kolom 6)
    pər- an+ tərnak       /pəternakan/                /r/
b.    Ada 150 peserta dalam kegiatan pelatihan yang diselenggarakan ..............(halaman 7 kolom 2)
    pər- + sərta      /pəsərta/                /r/
c.    ..........pada perayaan  Lebaran tahun ini dirasakan sangat sepi, terutama oleh ............(halaman 24 kolom 4)
    pər- an + raya      /pəraya?an/                /r/
d.    ........sambil  beramai-ramai menikmati keindahan pantai waktu........(halaman 27 kolom 6)
    bər- + ramai      /bəramai/                /r/
e.    Dalam kehidupan kita harus dapat melaksanakan hidup berumah tangga sehingga.......... (halaman 28 kolom 7)
    bər- + rumah      /bərumah/                /r/
e.    ....dalam kesehariannya peramal  itu selalu berpakaian kaus .............(halaman kolom 18 kolom 7)
pər- + ramal      /pəramal/                /r/

(Universitas Negeri Yogyakarta, 2009)

PUISI-PUISI KOE.............

Debur

Ombak berdebur
Berbaur dengan kengerian hati
Ombak terus berdebur
Tak peduli meski kengerian semakin menjadi
Hidup berdebur
Berbaur dengan kegetiran di hati
Tetap harus kita jalani
Dengan langkah-langkah yang nanti kan datang lagi sendiri
Mendapati apa yang telah kita isi
Dalam hidup setelah hidup
(Pantai Depok Yogyakarta, 2008)



Lilis Sang Lutung Kecil

Lemah dan ketakutan
Ketika kuraih dalam dekapan
Lahap dan lapar
Ketika kusuapkan sendok demi sendok kecil susu hangat
Matanya menatap
Harapan
Tertuju pada mataku yang beda
Dari mata hitam dan sejuk selama ini
Bulu kuningnya
Tanda muda dari hitam tatkala dewasa
Matanya brharap
Dan melemah lalu tidur pulas
Dalam gendongan
Lilis sang lutung kecil kuberi nama
Yang ibunta tertembak saat perburuan
Waskom dan kail hangat pel butut
Kini sebagai penganti pelukan hangat ibunya
Yang dipaksa meninggalkannya dengan timah panas dikepalanya

( Cilampuyang Garut Okt. 2008)



Lima Ratus Perak

Lelaki buta tua renta
Datang menghampiriku
Terseok hampir terjatuh
Oleh guncangan keras kereta ekonomi malam
Menghampiri semua deretan kursi-kursi
Termasuk kursi tempat panasnya pantatku
Siksaan perjalanan 9 jam Garut-Jogjakarta
Tangan tengadah meminta
Demi perut dan mungkin anak istrinya
Doa mengalir deras
Selamat dunia akhirat serta
Tertegun aku dalam penyesalan
Mengapa harus lima ratus perak
Tuk ditukar dengan doa bahagia yang mulia
(kereta ekonomi 'Kahuripan' 2008)



Galau

Teduh haru rindu
Mata beningmu
Berat rasa dan raga
Meninggalkanmu
Meninggalkan peluk dan peluh binalmu
Yogyakarta dalam bayang masa depan
Kutuju dengan sembilan jam masa
Dalam guncangan dan panasnya kereta kahuripan
Melayang sukma tak beraturan bimbang
Antara istri anak-anaknya
Para kekasih hati
Yang harus jauh dalam dekapan
Dengan secarik sertifikasi yang masih jauh dalam harapan
Tetes air mata dalam doa
Lindungi dan hangatkan mereka kekasih hati
Seperti sang kabut menyelimuti stasiun Cipeundeuy malam ini
(Cipeundeuy, Oktober 2008)



Pilihan

Hidup
Karang terjal
Sutra halus
Duri menoreh kulit perih
Titian nada indah
Hidup
Aturan kewajiban
Akhir hidup
Keabadian dalam suka atau nestapa
Hidup adalah pilihan
(Gang Narada Gejayan Yogyakarta, 2008)







Arti Sang Lilin 

Lilin putih
Kusulut
Terang
Kutiup
Gelap
( Cilampuyang Garut Okt. 2008)




Tidak Tahu

Aku duduk tertegun
Di depan komputer sebuar rental
Di gang guru Mrican
Lama kupandang layar
Pikiranku meracau
Tidak tahu apa yang harus kutulis
Sudah delapan dari sepuluh puisi instan
Tugas puisi kubuat
Itupun tidak tahu
Baikkah, burukkah
Kini puisi kesembilan harus kubuat
Aku sudah betul-betul tidak tahu
Apa dan mulai dari mana
        (Gejayan Yogyakarta, Oktober 2008)




Harus Tahu

Ku tahu dirimu tahu
Aku
Ku sadar dirimu sadar
Pasanganmu
Ku tahu dirimu tak tahu
Hatiku
Ku sadar dirimu tak sadar
Bagaimanaku
Tapi kau harus tahu
Bahwa aku harus jadi bagianmu
Dalam hidupmu hidup kita
Dalam matimu mati kita
Kau harus tahu
       ( Cilampuyang Garut Okt. 2008)


by: Dindin Syahbudin, M.Pd.
Universitas Negeri Yogyakarta, 2008

ANALISIS WACANA LIRIK LAGU “SEPARUH JIWAKU PERGI” KARYA ANANG HERMANSYAH TINJAUAN SEGI KONTEKS, ASPEK GRAMATIKAL DAN LEKSIKAL

A.    Pendahuluan
Dalam mengeskpersikan situsi emosial yang dirasakan, manusia berusaha melalui berbagai cara. Salah satunya yaitu dengan menciptakan lagu.
Dalam menciptakan lagu, kemampuan untuk membangkitkan keindahan dan daya imajinasi seorang penyair sangat menentukan. Tanpa memiliki kemampuan untuk memperhitungkan hal tersebut, kemampuan seseorang dalam menciptakan lagu dapat dikatakan kurang.
Menciptakan lagu tidak hanya mengetahui tentang berbagai seluk beluk tentang tempo, nada, dan irama, tetapi penghayatan terhadap lirik lagu menjadi bagain yang tidak dapat terpisahkan. Kemampuan dalam memberikan penghayatan terhadap lirik lagu akan memberikan keindahan dan daya tarik tersendiri bagi pendengarnya. Biasanya seorang pengarang akan memberikan tema-tema tertentu dalam setiap lirik lagunya.
Lirik lagu yang paling populer di kalangan anak muda adalah lirik lagu yang bertema percintaan. Baik percintaan itu sifatnya menyenangkan, maupun menyedihkan. Tema-tema tersebut oleh penyair diambil dari pengalaman pribadinya atau pengalaman-pengalaman yang menimpa orang lain. Begitu juga penyair yang berasal dari Jember, yaitu Anang Hermansyah.
Anang Hermansyah lahir pada tanggal 18 Maret 1969 di Jember, Jawa Timur. Sejak masa SMA, Anang Hermansyah sudah ‎mulai mengasah bakat musiknya lewat kegiatan nge-band. Akan tetapi, ‎penyanyi ini baru benar-‎benar serius merintis karir musik saat kuliah di ‎Universitas Islam Bandung.‎ Di Kota Kembang tersebut, Anang banyak mencurahkan ‎perhatiannya pada musik dan bergabung di sanggar milik Doel ‎Sumbang. Ia bahkan sempat ikut rekaman dengan Doel Sumbang, namun ‎tidak sempat dipublikasikan.‎
Tahun 1989, Anang memutuskan untuk mencoba keberuntungan di ‎Jakarta. Ia lalu berkenalan dengan Pay Siburian, gitaris ‎BIP yang saat itu masih memperkuat Slank. Lewat Pay, Anang ‎yang pernah menyabet gelar "Vokalis Terbaik" di ajang "Rock ‎Festival Jawa-Bali" ini pun masuk dalam lingkungan ‎pergaulan Gang Potlot dan kemudian memperkuat grup Kidnap.‎ Lepas dari Kidnap, Anang mulai merintis karir solo. ‎Berturut-turut ia lalu menciptakan album Biarkanlah, Lepas, ‎Melayang, dan Tania. Di samping itu, Anang juga berduet ‎dengan Krisdayanti, istrinya dan menghasilkan album: Berartinya Dirimu, ‎Kasih, Buah Hati, dan Makin Aku Cinta.
Selain sebagai penyanyi, Anang juga menjalani profesi lain ‎sebagai pencipta lagu, aranjer sekaligus produser untuk ‎beberapa penyanyi, termasuk buat istrinya, Krisdayanti, ‎sambil mengelola Studio Hijau, studio rekaman miliknya. Di ‎tahun 2007 ini, Anang terpilih menjadi juri Indonesian ‎Idol. ‎Namun, banyak menyebut kalau karir Anang sebagai penyanyi dan musisi kian bersinar setelah menikah dengan Krisdayanti. Anang  menikah dengan Krisdayanti pada tanggal 22 Agustus 1996. Apabila banyak artis yang setelah menikah karirnya menurun, tidak demikian dengan Krisdayanti dan Anang. Terbukti dari album duet mereka maupun album solo.
Dari pernikahan mereka, Anang dan Krisdayanti  mempunyai 2 orang anak, Titania Aurelie Nurhermansyah yang lahir tahun 1998 dan  Azriel Akbar Hermansyah, lahir tahun 2000. Seperti pasangan selebriti lain, rumah tangga Anang dan Krisdayanti juga kerap diterpa gosip tak sedap, seperti perselingkuhan. Namun, mereka sanggup mengatasi semua itu, hingga tiga hari jelang perayaan ultah pernikahan mereka yang ke 13, Anang dan Krisdayanti bersepakat bercerai baik-baik tanggal 19 Agustus 2009. Anang memutuskan untuk bercerai dengan Krisdayanti konon karena wanita yang ia cintai itu berselingkuh dengan pria lain. Melalui perjalanan cintanya ini muncullah album yang berjudul Separuh Jiwaku Pergi.


Lirik Lagu “Separuh Jiwaku Pergi” karya Anang Hermansyah
Separuh Jiwaku Pergi
Memang indah semua
Tapi berakhir luka
bermain hati dengan sadarmu
Kau tinggal aku
Benar ku mencintaimu
Tapi tak begini
Kau khianati hati ini
Kau curangi aku
Benar ku mencintaimu
Tapi tak begini
Kau khianati hati ini
Kau curangi aku
Kau bilang tak pernah bahagia
Selama dengan aku
Itu ucap bibirmu
Kau dustakan semua
Yang kita bina
Kau hancurkan semua
Benar ku mencintaimu
Tapi tak begini
Kau khianati hati ini
Kau curangi aku
Benar ku mencintaimu
Tapi tak begini
Kau khianati hati ini
Kau curangi aku
Benar ku mencintaimu
Tapi tak begini
Kau khianati hati ini
Kau curangi aku
Benar ku mencintaimu
Tapi tak begini
Kau khianati
Kau curangi aku
Kau dustai hati
Benar kumencintaimu



B.    Kajian Teori Analisis Wacana
1.    Pengertian Wacana
Sebuah kalimat yang padu dapat tercapai apabila kalimat-kalimat pembangunnya mempunyai hubungan satu dengan yang lainnya, atau dengan kata lain memiliki hubungan kohesi dan koherensi. Hubungan kohesi artinya antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain memiliki hubungan bentuk yang ditandai dengan penggunaan unsur bahasa. Hubungan koherensi terbentuk apabila antara kalimat yang satu dengan yang lain memiliki hubungan makna atau semantis.
“Satuan kebahasaan yang terlengkap dan tertinggi di atas kalimat yang memiliki hubungan koherensi dan kohesi yang tinggi berkesinambungan dari awal sampai akhir yang diungkap melalui media tulis atau lisan disebut dengan wacana” (Tarigan, 1987: 27). Menurut Samsuri (1987: 1), wacana adalah rekaman kebahasaan yang utuh tentang komunikasi, yang diungkap melalui lisan atau tulis, dan bersifat pragmatis (referensi, inferensi, kohesi, dan koteks/konteks yang menyertainya).
Menurut Chaer (1994: 267), wacana adalah satuan kebahasaan yang lengkap sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi/terbesar. Wacana dikatakan lengkap apabila mengandung konsep, gagasan, pikiran, dan ide yang utuh dan bisa dipahami oleh pembaca (wacana tulis) atau dapat dipahami oleh pendengar (wacana lisan). Kalimat-kalimat pembangunnya memiliki kekohesian dan kekoherensian yang erat.
Tiga pendapat tersebut menyatakan hal yang sama, yakni wacana merupakan satuan kebahasaan dalam hierarki gramatikal terlengkap dan tertinggi di atas kalimat yang memiliki hubungan kohesi dan koherensi yang tinggi serta bersifat pragmatis dan diungkap melalui media tulis atau lisan.
2.    Unsur Wacana
Wacana memiliki dua unsur pendukung utama yaitu unsur dalam (internal) dan unsur luar (eksternal). Unsur internal berkaitan dengan aspek formal kebahasaan, sedang unsur eksternal berkaitan dengan hal-hal di luar wacana. Kedua unsur tersebut membentuk satu kepaduan dalam suatu struktur yang utuh dan lengkap.
a.    Unsur Internal Wacana
Menurut Mulyana (2005: 7-11), unsur internal wacana itu terdiri atas satuan kata dan kalimat serta teks dan koteks. Kata adalah bentuk ungkapan atau tuturan terpendek yang memiliki esensi sebagai kalimat. Kalimat adalah ucapan bahasa yang memiliki arti penuh dan maknanya tergantung dengan kalimat perangkai lainnya. Teks adalah esensi dari wujud bahasa, teks dapat diwujudkan dalam bentuk wacana. Koteks adalah kalimat yang digunakan untuk membantu interpretasi suatu ujaran atau untuk menganalisis wacana yang letaknya sebelum atau sesudah ujaran.
b.    Unsur Eksternal Wacana
Mulyana (2005: 11-24), Lubis (1991: 28-48), Brown dan Yule (terjemahan Soetikno, 1996: 27-48) menyatakan hal yang sama, bahwa unsur eksternal wacana itu terdiri atas referensi, praanggapan, implikatur, inferensi, dan konteks wacana.
1)    Referensi adalah hubungan antara kata dengan orang atau benda sebagai perujuknya. Dalam hal ini, pihak pembicara sendiri yang menentukan referensi suatu tuturan, karena pembicara yang mengetahui sesuatu yang diujarkannya.
2)    Praanggapan (presuposisi) adalah anggapan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa yang membuat bentuk bahasa menjadi bermakna bagi orang lain.
3)    Implikatur adalah makna yang tersirat dari sebuah tuturan (petutur dalam memaknai sebuah kata belum tentu sama dengan tuturan yang diucapkan oleh penutur).
4)    Inferensi adalah kesimpulan dari tuturan yang disampaikan oleh pembicara yang didasarkan pada latar belakang pembicara dan pendengar.
5)    Konteks wacana adalah situasi atau latar belakang terjadinya suatu peristiwa komunikasi.
3.    Analisis Wacana
Analisis wacana adalah telaah mengenai fungsi-fungsi bahasa sebagai sarana komunikasi (Tarigan, 1987:24). Menurut Eriyanto (2000:5), analisis wacana adalah analisis untuk membongkar maksud-maksud dan makna-makna yang ada dalam wacana, sedang menurut Pranowo (1996: 73), analisis wacana adalah studi bahasa yang didasarkan pada pendekatan pragmatik, yang artinya mengkaji bahasa dalam pemakaiannya.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa analisis wacana digunakan untuk mengkaji pemakaian bahasa dalam komunikasi, atau untuk menganalisis makna yang tersirat dan tersurat dalam sebuah komunikasi. Dengan menggunakan analisis wacana diharapkan dapat memahami secara mendalam yang disampaikan oleh penutur (baik tuturan langsung maupun tuturan tidak langsung, baik lisan maupun tulisan). Untuk memahami sebuah wacana dapat dilakukan melalui analisis terhadap aspek gramatikal, aspek leksikal, dan konteks.
4.    Aspek Gramatikal Wacana
Menurut Sumarlam (2003: 23-46) dan Lubis (1991: 28-48), bahwa aspek gramatikal sebuah wacana terdiri atas referensi (reference), subtitusi (substitution), pelesapan (ellipsis), dan konjungsi/perangkai (conjunction).
a)    Pengacuan (Referensi)
Pengacuan adalah salah satu jenis aspek gramatikal berupa satuan  lingual yang mengacu pada satuan lingual lain. Satuan lingual yang memiliki acuan berada dalam teks wacana disebut pengacuan endofora, sedang satuan lingual yang memiliki acuan berada di luar teks wacana disebut pengacuan eksofora. Macam-macam pengacuan (referensi) adalah sebagai berikut ini.
(1)    Pengacuan Persona
Pengacuan persona direalisasikan dengan kata ganti orang pertama, kedua, ketiga, baik tunggal maupun jamak.
Contoh: “Hai Sri! Aku kemarin melihatmu di Malioboro”, kata Eki.
Aku mengacu pada diri Eki, sedang mu mengacu pada Sri.  Aku merupakan pengacuan persona bebas, sedangkan mu merupakan pengacuan persona terikat lekat kanan.
(2)    Pengacuan Demonstratif
Pengacuan demonstratif direalisasikan dengan kata ganti penunjuk waktu dan tempat.
Contoh: Setiap malam, sekitar pukul tiga aku selalu sholat tahajud.
Kalimat tersebut menunjuk waktu setiap malam pukul 3
(3)    Pengacuan Komparatif
Pengacuan komparatif adalah pengacuan yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan atau kesamaan.
Contoh: Berbeda dengan adiknya, Fitri orangnya ramah dan tidak sombong.
Kalimat tersebut membandingkan antara sifat Fitri dengan adiknya, dimungkinkan bahwa sifat adiknya sangat angkuh.
b)    Penyulihan (Subtitusi)
Penyulihan (subtitusi) adalah jenis aspek gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu untuk memperoleh unsur pembeda. Macam-macam penyulihan (subtitusi) sebagai berikut ini.
(1)    Subtitusi Nominal
Subtitusi nominal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori nominal (kata benda).
Contoh: Erna kini sudah berhasil mendapatkan gelar sarjana. Titel kesarjanaannya itu ia gunakan untuk mengabdikan diri pada negara.
Kata gelar disubtitusikan dengan kata titel yang sama-sama berkategori nominal.
(2)    Subtitusi Verbal
Subtitusi verbal adalah penggantian satuan lingual yang berkategori verbal (kata kerja).
Contoh: Dina sekarang bekerja sebagai pramuniaga.  Ia menjadi penjaga toko di Kawasan Malioboro.
Kata pramuniaga disubtitusikan dengan kata penjaga toko yang mempunyai kategori sama, yakni keduanya sama-sama kata kerja.
(3)    Subtitusi Frasal
Subtitusi frasal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa kata atau frasa.
Contoh: Rian sangat mencintai Tyo. Tyo juga sangat mencintai Rian. Dua insan ini sama-sama saling mencintai.
Kata Rian dan Tyo dalam kalimat di atas disubtitusikan dengan kata dua insan.
(4)    Subtitusi Klausal
Subtitusi klausal adalah penggantian satuan lingual tertentu yang berupa kalimat atau klausa.
Contoh: A: Apabila para koruptor tidak berhenti mencuri uang negara, maka Indonesia tidak akan terbebas dari krisis ekonomi.
   B: Iya benar, memang begitu.
Pada kalimat di atas klausa yang diungkapkan oleh A, disubtitusikan dengan kata begitu oleh penutur B.
c)    Pelesapan (Elipsis)
Pelesapan atau elipsis adalah salah satu jenis aspek gramatikal yang berupa penghilangan atau pelesapan satuan lingual tertentu yang telah disebutkan sebelumnya. Fungsi dari pelesapan atau elipsis adalah 1) untuk menghasilkan kalimat yang efektif, 2) untuk mencapai nilai ekonomis pemakaian bahasa, 3) untuk mencapai kepaduan wacana, 4) untuk mengaktifkan pemikiran pembaca, dan 5) untuk kepraktisan berbahasa.
Contoh: Aku dan Andri sama-sama mahasiswa PBSI. Berangkat ke kampus selalu bersama, pulang juga bersama.
Pada tuturan tersebut terjadi pelesapan satuan lingual berupa frasa aku dan Andri, yang diganti dengan kata bersama.
d)    Perangkaian (Konjungsi).
Konjungsi atau perangkaian adalah jenis aspek gramatikal yang menghubungkan unsur satu dengan unsur lain dalam wacana.
Contoh: Karena rumahnya terletak di daerah gempa, maka tak heran apabila rumahnya hancur rata dengan tanah.
Konjungsi karena berfungsi untuk menyatakan hubungan sebab-akibat.
5. Aspek Leksikal Wacana
Menurut Sumarlam (2003: 35-46), aspek leksikal/kohesi leksikal wacana terdiri atas repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas-bawah), antonimi (lawan kata), dan ekuivalensi (kesepadanan).
a)    Repetisi (Pengulangan)
Repetisi (pengulangan) adalah pengulangan satuan lingual tertentu yang dianggap penting untuk memberikan tekanan dalam sebuah konteks. Macam-macam pengulangan sebagai berikut ini.
(1)    Repetisi Epizeuksis
Repetisi epizeuksis adalah pengulangan satuan lingual yang dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut.
Contoh: Sebagai orang yang beriman, berdoalah selagi ada kesempatan, selagi diberi umur panjang, selagi diberi kesehatan. Mari kita berdoa selagi Allah mencintai umat-Nya (Sumarlam, 2003: 36).
Kata selagi diulang berkali-kali karena untuk memberikan penekanan betapa pentingnya kata itu dalam konteks tuturan.
(2)    Repetisi Tautotes
Repetisi tautotes adalah pengulangan satuan lingual dalam sebuah konstruksi.
Contoh: Dian sangat mencintai Tini. Tini juga sangat mencintai Dian. Dua insan ini sama-sama saling mencintai.
Kata mencintai diulang berkali-kali dalam sebuah konstruksi.
(3)    Repetisi Anafora
Repetisi anafora adalah pengulangan satuan lingual berupa kata atau frasa pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya.
Contoh:. Aku sayang kamu karena kasih sayangmu. Bukan karena tampanmu dan bukan karena hartamu.
Kata bukan diulang berkali-kali untuk memberikan penekanan.
(4)    Repetisi Epistrofa
Repetisi epistrofa adalah pengulangan satuan lingual kata atau frasa pada akhir baris, atau akhir kalimat.
Contoh: Bumi yang kau diami adalah ciptaan Allah. Udara yang kau hirup adalah ciptaan Allah. Air yang kau teguk adalah ciptaan Allah. Semua makhluk hidup dan mati adalah ciptaan Allah.
Pada kalimat di atas terdapat penekanan satuan lingual adalah ciptaan Allah.
(5)    Repetisi Simploke
Repetisi simploke adalah pengulangan satuan lingual pada awal dan akhir beberapa baris atau kalimat berturut-turut.
Contoh:   Kamu bilang hidup ini brengsek. Biarin.
    Kamu bilang hidup ini gak punya arti. Biarin. (Keraf, 1994: 128)

Pengulangan satuan lingual terdapat pada awal dan akhir kalimat, yaitu kata Kamu bilang hidup ini, dan kata biarin keduanya diulang pada baris kedua.
(6)    Repetisi Mesodiplosis
Repetisi mesodiplosis adalah pengulangan satuan lingual di tengah-tengah baris atau kalimat secara berturut-turut.
Contoh:  Pegawai kecil jangan mencuri kertas.
            Para pembesar jangan mencuri uang negara.   
            Para gadis jangan mencuri perawannya sendiri.(Keraf, 1994: 128)

Pada tiga kalimat di atas terdapat penekanan satuan lingual yang terdapat di tengah, yaitu jangan mencuri.

(7)    Repetisi Epanalepsis
Repetisi epanalepsis adalah pengulangan satuan lingual yang kata terakhir kalimat itu merupakan pengulangan kata pertama.
Contoh:  Tersenyumlah engkau, selagi engkau bisa tersenyum.
Kata tersenyum di awal kalimat diulang pada akhir kalimat.
(8)    Repetisi Anadiplosis
Repetisi anadiplosis adalah pengulangan kata/frasa terakhir kalimat menjadi kata/frasa pertama.
Contoh: Usaha harus disertai doa. Doa berarti harapan. Harapan berarti perjuangan hidup. (Sumarlam, 2003: 38)
Contoh kalimat di atas terdapat pengulangan kata akhir kalimat menjadi kata pertama, yaitu kata doa, dan harapan.
b)    Sinonimi (Padan Kata)
Sinonimi adalah nama lain dari suatu benda, atau ungkapan yang memiliki makna hampir sama atau bahkan sama. Sinonimi merupakan salah satu aspek leksikal untuk mendukung kepaduan wacana, yang berfungsi untuk menjalin hubungan makna yang sepadan antara satuan lingual yang satu dengan satuan lingual yang lain. Macam-macam sinonimi berdasarkan satuan lingualnya sebagai berikut.
(1)    Sinonimi Morfem Bebas dengan Morfem Terikat
Contoh: Aku mohon kamu mengerti perasaanku.
Morfem aku bersinonim dengan morfem –ku.
(2)    Sinonimi Kata dengan Kata
Contoh: Aku sudah mendapat gelar sarjana. Title kesarjanaanku adalah sarjana pendidikan
Kata gelar bersinonim dengan kata title.
(3)    Sinonimi Kata dengan Frasa atau Sebaliknya.
Contoh: Tanggal 27 Mei 2006 Yogya dilanda gempa berkekuatan 5,9 SR. Akibat musibah itu  banyak rumah rata dengan tanah.
Kata gempa  bersinonim dengan frasa musibah itu.
(4)    Sinonimi Frasa dengan Frasa
Contoh: Nisa merupakan gadis yang mudah bergaul. Dalam satu minggu ia bisa beradaptasi dengan baik di kantor barunya.
Frasa mudah bergaul bersinonim dengan frasa beradaptasi dengan baik.
(5)    Sinonimi Klausa/Kalimat dengan Klausa
Contoh: Untuk memecahkan masalah diperlukan landasan teori yang kuat. Pendekatan yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan itu pun harus akurat.
Klausa memecahkan masalah bersinonim dengan klausa menyelesaikan persoalan itu.
c)    Antonimi (Lawan Kata/Oposisi Makna)
Antonimi/oposisi makna adalah satuan lingual kebahasaan yang memiliki makna berlawanan. Fungsi oposisi makna/antonimi adalah mendukung kepaduan wacana secara semantis. Macam-macam oposisi makna/antonimi/lawan kata adalah sebagai berikut.
(1)    Oposisi Mutlak
Oposisi mutlak adalah oposisi yang mempertentangkan secara mutlak.
Contoh: hidup dipertentangkan dengan mati.
(2)    Oposisi Kutub
Oposisi kutub adalah oposisi yang mempertentangkan secara tidak mutlak tetapi bersifat tingkatan makna (gradasi)
Contoh: kaya dipertentangkan dengan miskin.
(3)    Oposisi Hubungan
Oposisi hubungan adalah oposisi makna yang kehadiran kata baru bersifat saling melengkapi.
Contoh: guru dengan murid, bapak dengan ibu.

(4)    Oposisi Hierarkial
Oposisi hierarkial adalah oposisi yang menyatakan makna secara bertingkat atau berjenjang.
Contoh: SD>< SMP ><SMU, minggu><bulan><tahun
(5)    Oposisi Majemuk
Oposisi majemuk adalah oposisi makna yang terjadi pada dua kata atau lebih.
Contoh: diam><berbicara, berdiri><jongkok
d)    Kolokasi (Sanding Kata)
Kolokasi adalah asosiasi tertentu dalam menggunakan pilihan kata yang digunakan secara berdampingan. Kolokasi digunakan untuk mendukung kepaduan wacana.
Contoh: Dalam dunia pendidikan menggunakan kata guru, murid, buku, sekolah, pelajaran, alat tulis dan sebagainya.
e)    Hiponimi (Hubungan Atas Bawah)
Hiponimi adalah satuan lingual yang maknanya merupakan bagian dari satuan lingual lain, adanya hubungan atas bawah.
Contoh: Binatang menyusui termasuk kategori mamalia. Mamalia yang biasa hidup di darat adalah sapi, kambing, kuda, dan kerbau, sedang mamalia yang hidup di air adalah ikan hiu dan ikan paus.
Pada satuan lingual di atas binatang menyusui dijelaskan dengan mamalia. Mamalia dijelaskan dengan sapi, kambing, kerbau, kuda, hiu, dan paus.
f)    Ekuivalensi (Kesepadanan)
Ekuivalensi (kesepadanan) adalah hubungan antara satuan lingual yang satu dengan satuan lingual yang lain secara sepadan.
Contoh: Rahayu merupakan pelajar teladan, setiap hari belajar dengan tekun, apabila diajar oleh guru ia selalu memperhatikan.
Kata pelajar mempunyai hubungan kesepadanan dengan kata belajar dan diajar.
6.    Konteks
Konteks adalah aspek internal dan eksternal dari sebuah wacana, baik yang terdapat dalam teks maupun yang berada di luar teks yang mempunyai peran dalam interpretasi wacana (Sumarlam, 2003: 47). Menurut Sumarlam (2003: 47-48), untuk memahami sebuah konteks yang benar, diperlukan pemahaman terhadap konteks situasi dan budaya.
Pemahaman konteks situasi dan budaya dalam wacana dapat dilakukan dengan berbagai prinsip, yakni prinsip penafsiran personal, prinsip penafsiran lokasional, prinsip penafsiran temporal, dan prinsip analogi. Dalam memahami wacana dengan berbagai prinsip penafsiran dan analogi tersebut harus mempertimbangkan faktor sosial, situasional, kultural dan pengetahuan dunia.
a)    Prinsip Penafsiran Personal
Prinsip penafsiran personal adalah prinsip penafsiran yang berkaitan dengan pelaku tutur atau siapa penuturnya dan siapa mitra tuturnya.
Contoh: Maa, susu Maa…!
Pada contoh kalimat di atas dapat pahami bahwa tuturan seperti itu biasanya diucapkan oleh seorang anak kecil yang haus ingin minta susu kepada ibunya.
b)    Prinsip Penafsiran Lokasional
Prinsip penafsiran lokasional adalah prinsip penafsiran yang berkaitan dengan penafsiran tempat, lokasi terjadinya suatu peristiwa dan proses dalam rangka memahami wacana.
Contoh: 1)  Di sini murid-murid harus memperhatikan perintah guru
2)    Di sini dilarang merokok

Di sini pada contoh kalimat 1) dapat diartikan sebagai kelas, sedang di sini pada contoh kalimat 2) dapat diartikan sebagai tempat umum, misalnya di rumah sakit, di kantor, yang menyatakan bahwa tempat itu tidak mengizinkan untuk merokok.

c)    Prinsip Penafsiran Temporal
Prinsip penafsiran temporal adalah prinsip penafsiran yang berkaitan dengan pemahaman mengenai waktu, sesuai dengan konteks kalimatnya.
Contoh: 1) Pada zaman modern sekarang ini, HP sudah bukan barang mewah lagi.
2)    Sekarang ini saya sudang kuliah di UAD.

Pada kalimat 1) kata sekarang  dapat diartikan sebagai zaman modern, sedang pada kalimat 2) kata sekarang artinya rentang waktu tertentu, bisa tahun ini, tahun 2006.
d)    Prinsip Analogi
Prinsip analogi adalah prinsip penafsiran yang digunakan sebagai dasar untuk memahami makna dan mengidentifikasi maksud wacana.
Contoh: Keluarga Pak Adi mendapat pukulan berat sejak anaknya masuk tahanan.
Berdasarkan prinsip analogi kita dapat menginterpretasikan makna pukulan berat, yakni dengan mempertimbangkan kalimat berikutnya semenjak anaknya masuk tahanan, maka kalimat tersebut mempunyai arti keluarga Pak Adi merasa terpukul setelah anaknya masuk tahanan. Pukulan berat di atas artinya pukulan mental bukan pukulan secara fisik.
C.    Analisis Wacana Lirik Lagu “Separuh Jiwaku Pergi” Karya  Anang Hermansyah dari Aspek Gramatikal
    Aspek gramatikal wacana meliputi: pengacuan (reference), penyulihan (substitution), pelesapan (elipsis), dan perangkaian (conjunction). (Halliday dan Hasan, 1976: 6; Sumarlam, 1996: 66; Baryadi, 2001:10). Selanjutnya adalah penjelasan keempat aspek gramatikal tersebut dan disertai dengan contoh-contoh dalam analisis lirik lagu yang berjudul “Separuh Jiwaku Pergi”.
1.    Pengacuan (Referensi)
    Pengacuan atau referensi adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain (atau suatu acuan)  yang mendahului atau mengikutinya. Berdasarkan tempatnya, pengacuan dibedakan menjadi dua, yaitu (a) pengacuan endofora yaitu apabila acuannya berada di dalam teks, (b) pengacuan eksofora yaitu apabila acuannya berada di luar teks wacana. Pengacuan endofora berdasarkan arah pengacuannya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pengacuan anaforis (anaphoric reference) dan pengacuan kataforis  (cataphoric reference). Pengacuan anaforis yaitu salah satu kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu pada satuan lingual lain yang mendahuluinya, atau mengacu pada anteseden di sebelah kiri, atau mengacu pada unsur yang telah disebut terdahulu. Sedangkan, pengacuan kataforis yaitu salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa satuan lingual tertentu yang mengacu  pada satuan lingual lain yang mengikutinya, atau mengacu anteseden di sebelah kanan, atau mengacu pada unsur yang baru disebut  kemudian.
Jenis kohesi pengacuan gramatikal, pengacuan tersebut diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu: (a) pengacuan persona, (b) pengacuan demonstratif, dan (c)  pengacuan komparatif.
a)  Pengacuan Persona
Pengacuan persona direalisasikan melalui pronomina persona (kata ganti orang), yang meliputi persona I, persona II, dan persona III, baik tunggal maupun jamak. Pronomina persona I tunggal, II tunggal dan III tunggal ada yang berbentuk bebas dan terikat. Sedangkan yang berbentuk terikat ada yang melekat di sebelah kiri (lekat kiri) dan ada yang melekat di sebelah kanan (lekat kanan). Pengacuan persona dalam lirik lagu “Separuh Jiwaku Pergi” antara lain:
(1)    Separuh jiwaku pergi
(2)    Bermain hati dengan sadarmu
(3)    Kau tinggal aku
(4)    Benarku mencintaimu
(5)    Kau khianati hati ini
(6)    Kau curangi aku

Satuan lingual –ku pada jiwaku pada kutipan (1) merupakan pengacuan eksofora pronomina persona pertama tunggal bentuk terikat lekat kanan yang mengacu pada pembicara, penyair yaitu Anang Hermansyah. Satuan lingual –mu pada sadarmu pada kutipan (2) merupakan pengacuan eksofora pronomina persona pertama tunggal bentuk terikat lekat kanan yang mengacu pada istrinya Anang, Krisdayanti. Pengacuan itu dapat dillihat dari konteks luarnya, bahwa istri dari Anang Hermansyah adalah Krisdayanti. Satuan lingual kau dan aku (saya) pada kutipan (3) merupakan pengacuan eksofora pronomina persona pertama tunggal bentuk bebas yang mengacu pada konteks luar, yaitu kau untuk lawan tutur, yaitu Krisdayanti, sementara aku sebagai penutur, yaitu Anang Hermansyah.
b) Pengacuan Demonstratif
Pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) dibedakan menjadi dua, yaitu pronomina demonstratif waktu (temporal) dan pronomina tempat (lokasional). Pronomina demonstratif yang terdapat dalam lirik lagu “Separuh Jiwaku Pergi” karya Anang Hermansyah:
(7)    Selama dengan aku
Tuturan tersebut memiliki pengacuan demontratif waktu (temporal), yang dimaksud selama dengan aku adalah selama Krisdayanti menikah dengan Anang Hermansyah.
Sementara itu untuk pengacuan demonstrative tempat (lokasional) dan Pengacuan komparatif  tidak diketemukan dalam lirik lagu “Separuh Jiwaku Pergi” karya Anang Hermansyah.
2. Penyulihan (Substitusi)
    Penyulihan (substitusi) merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa penggantian satuan lingual tertentu (yang telah disebutkan) dengan satuan lingual lain dalam wacana untuk memperoleh unsur pembeda. Substitusi dibedakan menjadi substitusi nominal, verbal, frasal, dan klausal.

Dindin Syahbudin, M.Pd.
Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta, 2010